Dalil belum dapat dipenuhi tersebut ialah karena masih menelusuri historis tanah babatan tersebut. Sementara itu Sekretaris Nasional Jokowi, Nazarudin Ibrahim mengatakan, bahwa HGU (Hak Guna Usaha) tanah itu sebenarnya sudah berakhir pada 2011 lalu. Sehingga hal semestinya dapat dijadikan sebagai peluang untuk proses redistribusi kepada rakyat menjadi lebih besar. Namun, faktanya sampai sekarang kasus tersebut belum juga teratasi.
Sudut pandang sejarah mengatakan bahwa lahan tersebut memang pada dasarnya adalah hasil membuka lahan yang telah dilakukan masyarakat setempat sendiri untuk pertanian atas perintah dari Kependudukan Jepang pada saat itu yaitu pada tahun 1942. Namun di kemudian hari pihak pemerintah atau lebih tepatnya pihak PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusanatar) XII secara tiba-tiba melakukan penggusuran paksa akan tanah tersebut pada warga setempat. Sehingga secara otomatis banyak masyarakat yang tidak terima akan perlakuan tersebut. Konflik membawa dampak yang begitu besar bagi warga desa Curahnongko seperti adanya kesenjangan sosial antar masyarakat. Masyarakat kehabisan tempat atau lahan untuk pemukiman dan pertanian. Sehingga banyak masyarakat desa yang lebih memilih sebagai tenaga kerja Indonesia.
Menurut undang-undang perkebunan, perkebunan harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, telebih untuk warga setempat. Warga masyarakat yang menjadi TKI merupakan sebuah alamat bahwasanya masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam peningkatan pemanfaatan jasa perkebunan. Sehingga masyarakat kurang mendapatkan manfaat akan kebun tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Jember diharapkan agar bergerak cepat dalam menangani kasus tersebut. Karena apabila tidak ditangai dengan serius dikhawatirkan akan berdampak lebih serius bagi kehidupan masyarakat setempat dan tidak memberikan kepastian bagi masyarakat Desa Curahnongko.