Beberapa minggu yang lalu Menteri Kesehatan Republik Indonesia berusaha menenangkan warga Indonesia ditengah meningkatnya kasus Corona (COVID-19) melalui mantra kata-kata “santai aja“. Padahal, sebelum tanggal 2 Maret 2020, jumlah korban yang terinfeksi sudah mencapai 86 ribu orang dari total 63 negara di seluruh dunia. Lantas, setelah melihat fakta tersebut, apakah sudah benar dan tepat langkah kita sebagai warga Indonesia untuk tetap santai dan mengandalkan pemerintah pusat? Well, the order that we must to stay at home is the best choice we can do right now. Setidaknya dengan bekerja dari rumah maupun bersantai di rumah memang pilihan yang paling tepat untuk turut serta dalam meminimalisir penyebaran virus Corona ini.
Melihat tanggapan pemerintah yang terkesan meremehkan pandemi ini sejak awal memang membuat mayoritas warga negara merasa jengkel. Mulai dari kurang terbukanya informasi, penanganan yang lambat, hingga terbatasnya jumlah Alat Perlindungan Diri bagi para tenaga medis. Padahal telah jelas tertulis dalam Konstitusi Pasal 28 dan Pasal 34 yang menjamin warga negara mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat serta mendapatkan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
Hingga pada tanggal 24 Maret 2020, tercatat penyebaran virus Corona telah mencapai 579 kasus. Dengan demikian, dapat dipahami bersama bahwa “anastesi” yang diberikan Dr. Terawan sudah salah tempat atau bahasa ilmiahnya adalah misdiagnosis. Lantas, setelah semua terjadi sedemikian rupa, sebenarnya bagaimana sih tanggung jawab pemerintah dalam menangani pandemi ini? Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai guidebook penanggulangan pandemi Corona, berikut tanggung jawab pemerintah yang perlu kamu ketahui:
Ngulik Bareng Soal Hak Masyarakat dan Kewajiban Pemerintah
Agar informasi lebih valid, kita lihat dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 13:
Pasal 13
(1) Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, Pemerintah Pusat
melakukan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain dan/atau organisasi
internasional.
(2) Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab, gejala dan tanda, faktor yang mempengaruhi, dan dampak yang
ditimbulkan, serta tindakan yang harus dilakukan.