Harvard melalui studi ilmiahnya tidak tanggung-tanggung telah memperingatkan Indonesia tentang adanya kemungkinan penderita COVID-19 yang tidak terdeteksi. WHO (World Health Organization) pun telah menyatakan bahwa pandemi COVID-19 ini bukan main-main namun demikian sikap pemerintah malah berkebalikan dari pernyataan WHO tersebut. Sikap pemerintah ini tentunya sangat merugikan bagi kita sehingga penanganan pemerintah tidak tepat dan cenderung lambat menyikapi pandemi COVID-19. Andai saja jauh hari pemerintah telah mengambil ancang-ancang sebelum COVID-19 menyebar luas, bisa saja korban dari tenaga medis tidak akan sebanyak seperti saat ini. CFR (Case Fatality Rate) Indonesia pun menjadi salah satu deretan negara yang memiliki angka tinggi, hal ini pun berkaitan dengan diagnostic kit yang terbatas dan “kikuk” nya koordinasi pemerintah menjadi salah satu penyebabnya.
Rapid Test DPR “First Class”
Ada lagi nih yang menarik dari Pasal 7 sampai Pasal 8 :
Pasal 7
Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan.
Pasal 8
Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis,
kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.
Ada yang menyimpang tapi bukan persimpangan…apakah itu?
Benar ! Frasa “setiap orang” yang tertulis tidak mendapatkan perhatian penuh oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan Wakil – Wakil Rakyat yang mendapatkan perlakuan Rapid Test pertama nih ! Tidak tanggung-tanggung, seluruh keluarganya juga ikut mendapatkan fasilitas tersebut secara gratis ! Gokil !
Reaksi Negara Tetangga
Setelah kita kaji bersama, muncul sebuah pertanyaan ” Ada apa Ini?” “Padahal sudah ada Guidebooknya tapi kok tetap salah sih” dan pendapat lain yang tentunya tidak bisa penulis sebutkan satu satu.