Dalam masyarakat yang awam hukum apabila diberi suatu pertanyaan, fenomena pelanggaran hukum apa yang sering dilakukan oleh masyarakat namun minim dilakukan penindakan oleh aparat? Mungkin jawaban yang secara otomatis terlintas di benak masyarakat adalah pelanggaran-pelanggaran lalu lintas khususnya yang terjadi di lingkungan kampung atau perdesaan. Sangat kecil kemungkinan masyarakat akan menjawab eigenrichting.
Bahkan mungkin akan sangat sedikit orang yang tahu apa itu eigenrichting. Eigenrichting sendiri adalah istilah hukum dari main hakim sendiri. Mengutip dari KBBI, main hakim sendiri diartikan sebagai tindakan menghakimi orang lain tanpa memedulikan hukum yang ada (biasanya dilakukan dengan pemukulan, penyiksaan, pembakaran, dan sebagainya).
Tindakan main hakim sendiri adalah suatu tindakan kesewenang-wenangan dimana perbuatan tersebut telah mencelakakan seseorang yang masih diduga melakukan suatu tindak pindana. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 telah dengan tegas menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Interpretasi sederhana dari negara hukum adalah segala hal yang dilakukan baik oleh aparat pemerintah ataupun masyarakat harus berdasarkan atas hukum. Eigenrichting jelas merupakan tindakan yang abai akan hukum dan tidak mencerminkan perilaku yang sepantasnya dilakukan di negara hukum.
Fenomena eigenrichting sering terjadi di lingkungan masyarakat tempat saya tinggal. Hal ini seperti sudah turun temurun menjadi kebiasaan yang sangat sulit hilang dari masyarakat. Masyarakat seakan tidak peduli dengan resiko dan dampak yang akan terjadi. Pemberitaan baik di media massa ataupun media sosial acap kali menyiarkan tindakan main hakim sendiri yang berujung hilangnya nyawa seseorang.
Mirisnya, tak hanya sekali dua kali tindakan eigenrichting berujung kematian salah alamat. Orang orang tidak bersalah sering kali menjadi bahan amuk massa yang brutal tak berperi. Apakah rakyat di negara hukum ini sudah tidak peduli dengan asas presumption of innocent atau asas praduga tidak bersalah?
Nekatnya masyarakat melakukan tindakan main hakim sendiri rupanya tak membuat surut nyali pelaku kejahatan. Walaupun di suatu daerah sudah terkenal dengan masyarakatnya yang menjadikan eigenrichting sebagai kebiasaan, angka kejahatan yang terjadi di lingkungan tersebut tidak menjadi turun. Hal ini membuktikan bahwa eigenrichting sama sekali tidak memiliki dampak positif bagi berjalannya hukum di Indonesia.
Lalu mengapa masyarakat masih merawat kebiasaan yang jelas melanggar hukum ini? Peraturan perundang–undangan khususnya Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) memang belum mengatur secara khusus mengenai tindakan main hakim sendiri, akan tetapi bukan berarti KUHP tidak dapat diterapkan sama sekali jika terjadi perbuatan tindakan main hakim sendiri. Terdapat Pasal-pasal yang mengatur mengenai tindakan main hakim sendiri yaitu, Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP.
Dari survey kecil-kecilan yang saya lakukan, setidaknya ada 2 faktor utama mengapa tindakan main hakim sendiri masih subur di Indonesia. Pertama, dilihat dengan teori anomie yang dicetuskan oleh Emile Durkhiem. Sederhananya bisa diartikan masyarakat tanpa norma hukum yaitu situasi di mana kondisi sosial/ masyarakat lebih menekankan pentingnya tujuan-tujuan, tetapi cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut jumlahnya sedikit.