Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melansir sebuah panduan pengenalan modus dan tipe-tipe KBGO. Panduan ini mencangkup berbagai aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai KBGO, yaitu pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi/kredibilitas, pelecehan (yang dapat disertai dengan pelecehan offline), ancaman, dan kekerasan langsung, serta serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu. Dalam pelaporan kasus yang diterima SAFEnet, tercatat yang paling menonjol di masa pandemi saat ini adalah terkait dengan penyebaran konten intim non-konsensual yang sering dikenal dengan revenge porn atau non-consensual dissemination of intimate images (NCII).
Sebagai salah satu contoh kasus korban KBGO, yaitu Baiq Nuril, korban pelecehan seksual secara verbal oleh pelaku yang merupakan atasannya sendiri. Baiq Nuril memiliki inisiatif untuk merekam percakapan cabul yang melecehkannya pada tahun 2017. Namun, Baiq Nuril yang sudah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram itu lantas mendapatkan perhatian dan dukungan dari publik karena Mahkamah Agung balik memutus Baiq Nuril bersalah dalam proses kasasi.
Problematika Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender Online
Bentuk perlindungan hukum terhadap korban KBGO saat ini hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Bentuk perlindungan hukum yang diatur di dalam UU TPPO, yaitu restitusi (Pasal 48), rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial (Pasal 51). Sementara itu, yang diatur di dalam UU Pornografi, yaitu pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi (Pasal 16).
Kemudian dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, juga telah diatur mengenai hak-hak korban tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, korban KBGO juga dapat memohonkan bantuan berupa bantuan medis dan rehabilitasi serta permintaan restitusi yang berupa ganti rugi melalui LPSK.