Meskipun telah ada regulasi yang melindungi dan menjamin hak-hak perempuan termasuk hak menjadi seorang pemimpin, ternyata masih ada tantangan yang perlu dihadapi dan boleh dikatakan pandangan atau stigma mengenai perempuan sebagai pemimpin belum sepenuhnya diterima ditengah masyarakat. Kaum pria masih dianggap lebih unggul dalam peran kepemimpinan, kaum perempuan tercipta untuk melayani kaum pria yang diartikan bahwa kaum perempuan adalah kaum lemah dan harus dilindungi oleh kaum pria, kaum pria lebih mudah dan cepat untuk mengambil keputusan yang sulit berdasarkan pemikiran logika dibandingkan kaum perempuan yang didominasi dengan sisi emosional saja.
Sebetulnya pemikiran-pemikiran tersebut telah tumbuh dan melekat pada budaya masyarakat. Namun, sejatinya faktor gender tidak mempengaruhi kualitas seorang pemimpin, toh sudah banyak pemimpin-pemimpin perempuan dunia yang sukses dan mampu melaksanakan perannya dengan baik dalam bekerja. Sebut saja pemimpin dunia seperti Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Taiwan Tsai Ing Wen, dsb. Tidak hanya itu di indonesia juga ada hadir sosok pemimpin perempuan Indonesia yang menginspirasi seperti mantan Walikota Surabaya yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial RI Tri Rismaharini, Menteri Keuangan RI Srimulyani, Presenter handal Najwa Shihab dan masih banyak lagi disini. Tidak hanya itu dari generasi millenial juga ada contoh pemimpin perempuan yang luar biasa seperti Risa Santoso, wanita muda yang dipercaya menjadi Rektor Institute Teknologi Bisnis Asia Malang.
Generasi muda masa kini alias generasi Y dan Z dengan pemikiran maju yang dimilikinya tentu diharapkan memiliki pandangan yang berbeda (out of the box) dan tidak perlu mempersoalkan masalah gender karena pemimpin pada intinya adalah sosok yang mampu “manage by head and lead by hearth”. Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki kompetensi seorang pemimpin.