Peristiwa runtuhnya Orde Baru pada 1998 menjadi pintu gerbang untuk mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Perubahan atau yang sering disebut sebagai amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) pada masa itu menghasilkan sejumlah perubahan-perubahan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Salah satu hasil daripada amandemen terhadap UUD NRI 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, serta 2002 tersebut adalah terciptanya atau berdirinya suatu lembaga baru dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman yang bernama Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menjalankan dan melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh MK sesuai yang tercantum dalam pasal tersebut adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu MK berkewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kewenangan MK mengenai pengujian Undang-Undang tersebut sempat menuai polemik lantaran timbulnya banyak pertanyaan apakah MK dapat menguji Perppu yang derajatnya sama dengan Undang-Undang.
Judicial Review oleh MK
Salah satu kewenangan MK seperti yang disebutkan dalam Pasal 24C ayat (1) adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Proses pengujian tersebutlah yang lazim disebut dengan judicial review. Proses tersebut dilakukan ketika adanya suatu aturan dalam Undang-Undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Menurut Hans Kelsen, secara filosofis terdapat dua konsep pemikiran perlunya membentuk badan kenegaraan yang mempunyai kewenangan pengujian. Pertama, konstitusi harus didudukan sebagai norma hukum yang superior dari undang-undang biasa dan harus ditegakkan menurut superioritasnya.