Sebelumnya, penanganan kekerasan seksual diatur atau tersebar dalam sejumlah UU. Masing-masing yakni, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU Pornografi. Kini, semua pengaturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual yang tersebar dalam sejumlah UU tersebut juga diatur UU TPKS. Bahkan, beberapa pasal dalam UU TPKS juga memperbarui pasal-pasal yang ada di UU sebelumnya. Di KUHP misalnya, pada Pasal perkosaan dalam KUHP selama ini terlalu menyulitkan korban membuktikan kasus yang dialaminya. Definisi perkosaan dan pencabulan dalam KUHP dinilai terlalu menyulitkan korban mencari pembuktian.
Adapun pengaturan pelaporan, korban atau siapapun yang mengetahui atau melihat kekerasan seksual bisa melaporkannya ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, termasuk kepolisian. Pasal 42 menyebutkan, dalam waktu 1×24 jam, pelapor atau korban berhak menerima perlindungan oleh aparat kepolisian.
Selama kurun waktu itu, polisi berhak membatasi gerak pelaku, baik membatasi atau menjauhkan korban dengan pelaku maupun hak lain. Selanjutnya, sejak perlindungan sementara kepolisian wajib mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK.
Selanjutnya terdapat terobosan mengenai hak- hak korban yang mana pada Pasal 67, korban kekerasan seksual memiliki tiga hak, meliputi hak atas penanganan; hak atas perlindungan; dan hak atas pemulihan. Pemenuhan atas hak tersebut merupakan kewajiban negara sesuai kondisi dan kebutuhan korban. Hak atas penanganan misalnya, mendapat dokumen hasil penanganan, layanan hukum, penguatan psikologis, perawatan medis, hingga hak untuk menghapus konten seksual berbasis elektronik yang menyangkut korban.
Hak perlindungan meliputi, kerahasiaan identitas, tindakan merendahkan oleh aparat yang menangani kasus, hingga perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik. Hak pemulihan meliputi, rehabilitasi medis dan mental, restitusi dari pelaku atau kompensasi dari negara, hingga reintegrasi sosial. Pemulihan itu didapat korban mulai proses hingga setelah proses peradilan.