6 hari silam, tepatnya pada 1 Agustus 2022 lima pekerja rumahan melakukan uji materil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini pemohon melakukan pengujian Pasal 1 angka 15 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Adapun isi dari pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan tersebut menjelaskan mengenai “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.” Sementara pada Pasal 50 UU Ketenagakerjaan menyatakan “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”.
Subjek Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XX/2022 ini adalah pekerja rumahan yang secara individu bekerja di rumah atau tidak berada di lingkungan perusahaan. Namun mereka mendapat perintah pekerjaan dari seorang perantara selaku pemberi kerja untuk melakukan suatu pekerjaan berupa produk barang/jasa.
Merujuk pada Pasal 1 angka 4 yang dimaksud dengan Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Adapun yang dimaksud dengan pengusaha yaitu Pengusaha berdasar Pasal 1 angka 5 adalah : a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. dengan demikian pemaknaan Pemberi kerja lebih luar daripada pengusaha dikarenakan Pemberi kerja termasuk juga pengusaha.
Hal yang dialami oleh para Pekerja Rumahan ini berawal dari pemberi kerja yang merupakan individu perantara penerima perintah dari perusahaan, yang dimana perintah tersebut diberikan untuk dikerjakan oleh pekerja rumahan. Padahal dalam hubungan kerja hanya berlaku bagi pengusaha. Sehingga Para pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hubungan kerja adalah hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja/buruh yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Serta Menyatakan Pasal 50 Undang-Undang Ketenagakerjaan tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja/buruh”.
Pada intinya para pemohon mengujikan Pasal 1 angka 15 dan Pasal 50 UU ketenagakerjaan karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” dan Pasal 28D ayat (2) yang menyatakan“ Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” dengan Pasal 1 angka 15 dan Pasal 50 UU 13 Tahun 2013 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.