Sebenarnya yang diperlukan adalah transparansi aparat penegak hukum dalam menangani suatu perkara pidana. Penanganan tersebut mencakup sejauhmana bukti-bukti yang ditemukan dan rangkaian tindakan atau upaya yang sudah maupun direncanakan akan dilaksanakan. Sebenarnya jika yang dikejar adalah transparansi penegakan hukum, sebaiknya bukan tersangkanya yang dipertontonkan tetapi strategi-strategi penanganan hukum dan capaian-capaian penyidikan yang seharusnya diumumkan di hadapan publik.
Pengaturan dalam KUHAP tidak ada yang secara spesifik mengatur keharusan mempertontonkan tersangka suatu tindak pidana dalam konferensi pers. Perkap Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan mengatur di mana pada era demokrasi dan keterbukaan informasi publik, setiap warga negara berhak memperoleh informasi dari penyelenggara negara secara transparan, mudah, cepat dan akurat. Sistem informasi penyidikan berfungsi kontrol atas kinerja aparat penegak hukum maupun instansi lainnya.
Perspektif Asas Praduga Tidak Bersalah
Asas praduga tidak bersalah terdapat dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan penjelasan umum angka 3 huruf c KUHAP. Asas praduga tidak bersalah merupakan salah satu bentuk perlindungan HAM. Namun faktanya, pemberlakuannya selalu berkaitan erat dengan kedudukan yang tidak beriringan antara tersangka dan aparat hukum.
Hal ini berpotensi menimbulkan terjadinya tindakan sewenang-wenang dari aparat hukum kepada tersangka yang lebih rendah kedudukannya. Dapat diartikan pula bahwa asas praduga tidak bersalah selama diberikannya hak-hak yang pantas kepada tersangka pidana maka selama itu pula aparat penegak hukum telah memenuhi perlindungan atas asas praduga tidak bersalah.
Konferensi pers saat ini sangat lumrah diketahui oleh masyarakat luas. Penyampaian berita di hadapan publik dengan mengundang media massa biasa dilakukan aparat penegak hukum yang berkaitan dengan kasus narkotika, korupsi, dan lain sebagainya. Aktor yang biasanya tersandung kasus tersebut ialah public figure yang dikenal khalayak luas seperti yang telah mendominasi pemberitaan di media massa. Kemerdekaan pers di Indonesia menjadi suatu kontrol sosial terhadap penegakan hukum seperti tertuang pada Pasal 3(1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pada dasarnya, pencegahan perilaku menyimpang terhadap penegakan hukum yang mengarah pada fungsi pers sebagai wadah aspirasi dan menanggapi persoalan penegakan hukum. Nantinya diharapkan penegak hukum sungguh dapat mengedepankan rasa keadilan di masyarakat agar tidak terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.