Profesi hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) karena bertujuan menegakkan hukum & keadilan dalam kehidupan masyarakat. Profesi hukum meliputi polisi, jaksa, hakim, advokat, notaris dan lain-lain, yang kesemuanya menjalankan aktivitas hukum dan menjadi objek yang dinilai oleh masyarakat tentang baik buruknya upaya penegakan hukum. Oleh karena itu, orang yang berprofesi hukum biasanya memiliki citra dan kedudukan tersendiri di hati masyarakat. Karena hal tersebut, banyak orang yang berjuang sekuat tenaga meraih cita-citanya meraih profesi hukum.
Di lain sisi lain, kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 telah mengubah cara orang di era digital berinteraksi dengan hukum. Hal ini membuat para profesional hukum dan aparat penegak hukum harus beradaptasi atas kemajuan tersebut, karena munculnya artificial intelligence, komodifikasi hukum dan semakin mudahnya komunikasi. Perlu dipahami bahwa setiap perubahan dan kemajuan teknologi memberikan dampak positif dan negatifnya. Kemajuan teknologi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, beberapa orang menganggap sebagai ancaman bagi beberapa profesi hukum tertentu.
Teknologi melemahkan profesi hukum?
Revolusi industri 4.0 ditandai dengan pola digital ekonomi, artificial intellegence, big data, robotik dan sebagainya, yang secara umum digambarkan sebagai perubahan cara kerja yang menitik beratkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri melalui kemajuan teknologi, komunikasi dan peningkatan efesiensi kerja yang berkaitan dengan interkasi manusia.
Saat ini, hampir semua pekerjaan dapat digantikan oleh robot, termasuk pekerjaan di bidang hukum. “Bahkan di Amerika Serikat, pengacara muda sulit memperoleh pekerjaan karena ada kecerdasan buatan robot yang bisa menggantikan peran mereka. Di sana, orang dapat menanyakan persoalan hukum atau konsultasi hukum yang dapat dilakukan dengan komputer. Bahkan, komputer itu dapat menganalisa dan memberikan data dengan akurasi mencapai 90 persen, sementara akurasi para pengacara di sana hanya 70 persen,” terang ungkap Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Intan Ahmad di sela-sela Kongres Nasional VIII Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) di gedung Gradhika Bhakti Praja, Jl Pahlawan, Semarang Jumat (2/11/2018).
Adanya teknologi tersebut tidak menutup kemugkinan bahwa beberapa profesi hukum seperti jaksa, advokat, hakim, notaris di masa yang akan datang akan mengalami kemundurun. Lalu bagaimana nasib para sarjana hukum generasi berikutnya? Para sarjana hukum yang hanya mengandalkan hafalan peraturan perundang-undangan dan prosedur hukum kemungkinan akan kehabisan jalan di masa depan. Kok bisa? (Baca ini juga: Artificial Intelligence dan Nasib Lulusan Sarjana Hukum). Adanya perkembangan teknologi seperti digital documents, data processing, chatbots, flexible working, dan predictive analytics yang dapat menampung segala peraturan hukum dan yurisprudensi, bahkan mampu memberikan berbagai opini hukum atas beragam masalah hukum yang ditanyakan. Kemajuan teknologi tersebut juga menjadi ancaman bagi para konsultan hukum. Profesi jaksa, advokat dan hakim kemungkinan juga akan terancam karena adanya kecerdasan buatan berupa robot yang akhir-akhir ini diisukan bisa menggantikan peran manusia di pengadilan.