Dengan teknologi big data yang mampu menganalisis kompleksitas informasi, AI juga diprediksikan mampu membantu peran hakim dalam memutus perkara. Selain itu peran hakim dan lawyer dalam proses peradilan untuk membaca UU, mengumpulkan barang bukti, membuat kesimpulan, dan memberikan jawaban yang akurat berdasarkan barang bukti yang ada dapat dibantu oleh AI.
AI adalah model algoritma canggih yang sudah banyak digunakan untuk mempermudah berbagai aspek kehidupan termasuk juga sistem peradilan pada berbagai negara, seperti algoritma prediksi dan algoritma penilaian risiko.
Pendekatan yang digunakan adalah relatif logis karena sangat bergantung pada jenis dan kualitas data yang diberikan. Sehingga fungsinya masih sebatas dalam membantu hakim. Hal ini didasarkan fakta bahwa tidak pernah ada dua atau lebih kasus hukum yang benar-benar identik.
Peran AI dalam memutus perkara hukum tidak bisa menggantikan fungsi hakim sepenuhnya. Putusan hakim tidak hanya memerlukan sisi logika dan pengetahuan hukum, akan tetapi juga membutuhkan sentuhan nilai-nilai keadilan dengan tetap berpedoman pada norma, etika.
Dalam menghasilkan keputusan hukum memerlukan kemampuan pemilihan aturan yang sesuai, pertimbangan konsekuensi sosial dan efek jangka panjang yang mana AI tidak dapat memenuhinya. Pemecahan masalah hukum adalah pilihan yang humanistis untuk mencapai keseimbangan antara perkara dengan fakta-fakta yang tidak jelas atau aturan yang kabur. Sedangkan dalam pengawasan perilaku hakim, penulis pun menyimpulkan AI pun tidak dapat membantu secara pasti untuk menemukan ketidakadilan putusan hakim yang berakibat ketidakpuasan bagi para pencari keadilan.
Tantangan Komisi Yudisial di Masa Depan
Era disrupsi mengakibatkan digitalisasi persidangan yang mengakibatkan ancaman dalam menegakkan pilar-pilah peradilan yang berintegritas. Segala aktivitas penegakan kode etik dan perilaku hakim juga beralih secara digital. Sehingga muncul ancaman dalam pengawasan perilaku hakim apabila teknologi informasi dan komunikasi belum dimanfaatkan secara optimal.
Peran KY harus dapat dioptimalkan melalui sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk merespon tantangan yang akan mempengaruhi kinerjanya hakim dalam menegakkan kode etik dan perilaku hakim.
KY sebagai lembaga pengawas penegak hukum harus mendapat perhatian secara seksama. Kegiatan pengawasan juga semakin terbatas karena persidangan berubah secara daring.
KY tetap harus diperbolehkan untuk secara leluasa mengawal proses persidangan secara langsung kepada hakim, termasuk pemberian rekomendasi kepada hakim yang diikuti dengan pengawalan pelaksanaan rekomendasi. Termasuk pengawasan terhadap putusan hasil Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Perlunya memeriksa secara berkelanjutan dalam pemberian rekomendasi terhadap sanksi yang diputuskan agar tercipta akuntabilitas peradilan. Selain itu wewenang penyadapan KY perlu ditambahkan agar model pengawasan menjadi secara preventif dengan menggunakan sarana teknologi informasi e-recording.