Inti cerita Novel bukanlah soal penyiraman air keras, bukan juga menyoal mata kiri yang rusak, dan bukan pula karena jabatannya sebagai peneyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi, keseriusan dalam pemberantasan korupsi yang mengakar di beberapa sektor di Indonesia.
Sebelah mata Novel yang tak bisa difungsikan menjadi salah satu tekanan bagi orang-orang yang menginginkan korupsi hengkang dari negeri ini. Para koruptor berharap dengan hilangnya satu mata kiri Novel akan mengurangi gairah pemberantasan korupsi. Sehingga para koruptor bisa bebas leluasa dalam menjalankan aksinya membobol uang rakyat yang sudah diinvestasikan di negeri ini.
Cerita Novel bukanlah salah satu tokoh anti korupsi di negeri ini yang diteror dan masih berani berteriak melawan ketidak adilan. Bahkan, organisasi non-pemerintah (NGO) Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setidaknya ada 92 kasus terror yang menimpa pegiat anti korupsi sejak tahun 1996 hingga Desember 2019. Begitu banyaknya kasus juga seiring sejalan dengan banyaknya pelaku korupsi dan seolah menjadi sebuah budaya yang mendarah daging.
Persidangan kasus penyiraman Novel baswedan menjadi babak baru untuk mengungkap siapa aktor intelektual di balik penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK tersebut. Namun, hasil persidangan untuk mengungkap aktor intelektual seakan pupus di pelaku penyiraman tanpa mengungkap siapa sebenarnya aktor intelektual di baliknya.
Dalam persidangan tersebut, integritas hakim di muji dalam memimpin jalannya proses persidangan. Hakim menjadi tokoh utama untuk mengali fakta dan mencari kebenaran materil yang disajikan di persidangan. Untuk mengungkap fakta persidangan tentu tidak mudah bagi hakim melakukannya. Karena Hakim harus mengali, mengikuti, dan juga memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadialan yang hidup dimasyarakat sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Prinsip aktif ini yang harus selalu digunakan Hakim untuk mencari kebenaran materil demi terwujudnya kepastian hukum.
Kasus novel menjadi sorotan publik sehingga membuat masyarakat terkesimak untuk mengikuti jalannya persidangan. Menyidangkan perkara publik tentu menjadi tekanan tersendiri oleh hakim dalam memberikan pertimbangan hukum nantinya. Hakim harus benar-benar independen untuk tidak terpengaruh maupun diintervensi oleh pihak manapun.