Subjek Hukum Internasional adalah pemegang dan pendukung hak dan kewajiban hukum internasional, termasuk memilih hak untuk mengadakan ataupun menjadi pihak atau peserta pada suatu perjanjian internasional.
Sederhananya, subjek Hukum Internasional adalah negara, anggapan ini muncul karena keadaan Hukum Internasional yang selalu menggambarkan hubungan antarnegara. Namun dalam perkembangan Masyarakat Internasional, subjek Hukum Internasional tidaklah lagi hanya negara.
Menurut Malcolm N. Shaw, salah satu karakteristik yang membedakan hukum internasional kontemporer adalah keragaman para peserta. Konsep dari non-state actors secara umum dipahami sebagai entitas yang sejatinya bukanlah negara, seringkali mengarah pada angkatan bersenjata, teroris, masyarayat sipil, kelompok agama, korporasi, dan organisasi internasional.
Berikut adalah penjabaran subjek hukum internasional selain negara.
Organisasi Internasional
Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih yang terstruktur dan memiliki suatu tujuan, kewenangan, asas, struktur organisasi. Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional sudah tidak diragukan lagi.
[rml_read_more]
Organisasi internasional lahir sebagai subjek hukum internasional sejak dikeluarkannya advisory opinion Mahkamah Internasional dalam Kasus Reparation for injured suffered in the service of the unite nations 1949. Mahkamah Internasional dalam advisory opinion tahun 1949, menyatakan:
“. . . the organization is an international person (…) that it is a subject of international law and capable of processing international rights and duties and that it has the capacity to maintain its rights by bringing an international claim . . .”
Dengan demikian jelaslah bahwa organisasi internasional merupakan international person karena merupakan subjek hukum internasional dan mempunyai legal personality yang artinya dapat memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional, dapat mengajukan klaim internasional dan juga memiliki imunitas di wilayah negara anggotanya.
Tahta Suci (Vatican)
Tahta Suci (Vatican) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Semenjak penaklukannya oleh Italia, kedaulatan Tahta Suci sebagai negara berakhir. Kemudian melalui Traktat Lateran, dibentuklah Negara Kota Vatikan.
Isi dari Traktat Lateran tersebut dipandang sebagai pengakuan Italia atas keberadaan Vatikan sebagai subjek hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan wewenang negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusian.
International Non-Government Organization (INGO)
DW Bowett dalam bukunya hukum organisasi internasional mengatakan bahwa INGO sebagai perserikatan-perserikatan privat internasional, dan lebih lanjut adalah perserikatan-perserikatan atau perhimpunan-perhimpunan dari badan-badan non pemerintah, baik swasta, individu atau badan hukum. Organisasi-organisasi ini bergerak di berbagai bidang diantaranya seperti layanan hukum, keluarga berencana, psikiater, pekerja sosial, perlindungan lingkungan, perlindungan satwa langka, dan lain-lain.
Pasal 1 Konvensi yang ditetapkan di Starsbourg, menetapkan bahwa persyaratan bagi INGO tersebut adalah: (1) have a non profit aim of international utility, (2) have been established by an instrument governed by internal law of party,(3) carry on their activities with effect in at least two status and, (4) have their statutory office in the territory of a party and the central management and control in the territory of that party or of another party.
Palang Merah Internasional (International Committee on The Red Cross)
Palang merah internasional bergerak dalam bidang kemanusiaan, yang bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada korban akibat perang baik berskala domestik maupun internasional. Pada awalnya ICRC pada awalnya merupakan organisasi dalam lingkup nasional Swiss yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Kehadiran ICRC lama kelamaan mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya yang berhimpun di bawah naungan ICRC. Organisasi ini merupakan subjek hukum yang terbatas kedudukannya, namun melalui Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang kedudukannya telah diperkuat.
Perusahaan Transnasional
Perusahaan Transnasional adalah perusahaan yang didirikan di suatu negara, tetapi beroperasi diberbagai negara. Perusahaan tersebut pada dasarnya merupakan organisasi bisnis swasta yang terdiri atas beberapa badan hukum yang terhubung oleh perusahaan induk dan dibedakan berdasarkan ukuran dan penyebaran multinasionalnya.
Individu (Natural Person)
Dalam Pasal 3 Draft Code of Crimes against the piece and Security of Mankind 1987 yang dikeluarkan oleh International Law Comission menyatakan bahwa individu adalah person dalam Hukum Internasional.
Meskipun Individu merupakan subjek hukum intenasional, ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan oleh individu seperti menguasai wilayah, tidak dapat membuat perjanjian internasional. Tetapi seorang individu dapat melakukan kejahatan seperti perompakan, perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kedaulatan asing dan dapat memiliki kekayaan yang dilindungi oleh hukum internasional serta dapat menuntut kompensasi untuk tindakan-tindakan tertentu misalnya mengenai kontrak dan delik.
Dalam Danzig Railway Official’s Case, Mahkamah memutuskan bahwa apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada individu, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh suatu badan peradilan internasional. Keputusan tersebut memperkuat arah perkembangan hak kepada individu dalam perjanjian internasional.
Organisasi Pembebasan/Bangsa yang memperjuangkan Haknya (National Liberation Organization/ Representative Organization)
Tidak ada kriteria objektif untuk menentukan apakah suatu kelompok sudah berhak menyandang status sebagai organisasi pembebasan atau bangsa yang memperjuangkan haknya atau belum. Pertimbangan-pertimbangan politik masyarakat internasional lebih dominan dibandingkan aturan hukum internasionalnya.
Dalam sejarah, PBB lewat resolusi majelis umumnya pernah mengakui South West Africa People’s (SWAPO) yang berjuang mendirikan Negara Afrika Barat atau Namimbia sebagai satu-satunnya organisasi yang sah mewakili Rakyat Namimbia juga PLO sebagai wakil rakyat Palestina.
Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Kaum belligerency pada awalnya muncul sebagai dari akibat masalah dalam negeri suatu negara berdaulat, oleh karena itu penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan.
Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat diluar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi.
Sebenarnya hukum internasional tidak mengatur mengenai masalah pemberontakan. Karena masalah pemberontakan menurut urusan internal suatu negara, maka hukum yang diberlakukan adalan hukum nasional dari negara itu sendiri. Hingga saat ini tidak ada hukum internasional positif yang menetapkan secara baku pengaturan tentang belligerent.
Dalam hal diakui atau tidaknya suatu kaum pemberontak bersenjata sangat bergantung pada pertimbangan politik dari negara-negara yang hendak memberikan pengakuan. Terdapat beberapa kriteria-kriteria yang ditetapkan para sarjana terhadap belligerent yaitu:
1. Harus telah terorganisasi secara rapi dan teratur di bawah kepemimpinan yang jelas;
2. Menggunakan tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya;
3. Harus menguasai sebagian wilayah secara efektif sehingga jelas bahwa wilayah tersebut telah berada di bawah kekuasaannya;
4. Harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang telah didudukinya tersebut.
Lebih lanjut, Oppenheim-Lauterpacht juga mengemukakan persyaratan yang harus dipenuhi sebelum suatu belligerency mendapatkan pengakuan, yaitu:
1. Perang sipil telah terjadi, kemudian berkembang menjadi perang terbuka;
2. Telah ada pendudukan atas wilayah-wilayah tertentu serta penyelenggaraan dan pengaturan atas wilayah tersebut;
3. Pihak pemberontak tersebut berada di bawah pimpinan dan menaati hukum-hukum perang;
4. Terdapat negara ketiga yang telah menyatakan sikapnya terhadap perang sipil tersebut.
Sumber Bacaan:
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
I Wayan Pathiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama Bandung, 2006.
Malcom N.Shaw, International Law 6th Edition, Diterjemahkan oleh : Derta Sri Widowatie, Imam Baehaqi dan M.Khozim, Nusa Media, Bandung, 2016.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2015.
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar (2th ed.), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016.
Wagiman dan Anasthasya Saartje Mandagi, Terminologi Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.