Langkah yang seharusnya dilakukan oleh pihak kreditur melalui debt-collector nya
Seharusnya pihak kreditur memberikan somasi terlebih dahulu sebagai surat teguran bagi pihak debitur untuk segera melakukan pembayaran. Instrumen hukum ini sering terlewat, bahkan disepelekan. Padahal, menurut pasal 1238 KUHPdt telah mengatur mengenai somasi sebagai suatu pernyataan lalai dengan surat perintah (somasi). Mekanisme somasi pada umumnya dilakukan 2 (dua) kali dengan intensi yang berbeda, seperti peringatan telah lalai dalam melaksanakan prestasi (kewajiban) pada somasi pertama dan somasi yang kedua bermaksud untuk mengambil tindakan eksekusi jaminan atau mengajukan upaya gugatan. Hendaknya juga, suatu perjanjian hutang piutang memiliki nilai ekonomis yang cenderung tinggi. Selain itu, lebih baik kreditur mengikatkan suatu jaminan pada benda yang dimiliki oleh kreditur, sebagai bagian dari perjanjian jaminan yang bersifat accesoir. Jaminan yang diberikan bisa dalam bentuk gadai, hak tanggungan atau fidusia yang menjadi instrumen pelunasan piutang yang dimiliki oleh kreditur.
Dengan demikian, dapat memberikan langkah solutif yang jauh efisien dan lebih harmonis, mengingat hubungan perjanjian hutang piutang dalam konteks perbankan adalah hubungan bank dengan nasabah. Kreditur sebagai penerima agunan perlu juga untuk memahami prosedural hukum dalam pelaksanaan pengikatan dan eksekusi jaminan, sebagaimana yang dapat dilihat pada KUHPdt, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Apabila dikaitkan kembali pada konteks kasus yang menimpa S sebagai debitur selaku korban dari beberapa debt collector beserta lembaga pembiayaan dari pihak kreditur yang merupakan pinjaman online (Pinjol) tersebut tidak mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat mengakibatkan diberikannya saksi pidana yang salah satunya Pasal 368 KUHP tentang Perampasan dengan pidana penjara paling lama 9 Tahun atau Pasal 365 KUHP tentang Pencurian Dengan Kekerasan. Uraian atas kasus diatas telah memberikan contoh bahwa pelaksanaan perjanjian hutang piutang sering dilaksanakan secara emosional dari kedua belah pihak, sehingga menimbulkan polemik yang terjadi di tengah masyarakat. Sehingga melalui tulisan ini, penulis ingin menunjukkan bahwa dalam memahami kacamata hukum melalui hubungan hukum seperti perjanjian yaitu menyoal itikad baik (Good Will) harus dilakukan secara menyeluruh. Dalam artian lain, para pihak harus paham dan benar-benar melaksanakan substansi dalam kontrak atau perjanjian berdasarkan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak sedari awal.
kawanhukum.id merupakan platform digital berbasis website yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Ingin informasi lomba, webinar, call for papers atau acara kalian lainnya juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.