Untuk mencegah penyebaran COVID-19, pemerintah membuat kebijakan social distancing. Warga dilarang berkumpul atau berkerumun di satu tempat ataupun jika terpaksa harus dengan jarak tertentu (1-3 meter). Dampak kebijakan ini merambat sampai proses peradilan yang selama COVID-19 dilaksanakan secara virtual atau lazim dikenal dengan e-Court.
Lalu, apakah peradilan daring di Indonesia dapat dijalankan secara efisien dan mampu memberikan keadilan yang utuh?
Kebutuhan Hukum dan Peradilan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu terhubung dengan manusia lainnya. Hal ini mengingat manusia selain sebagai makhluk individu juga berperan sebagai zoon politicon atau makhluk sosial. Sebab itulah yang membuat manusia tidak bisa terlepas dari hukum.
Hukum merupakan alat kontrol sosial yang bisa digunakan untuk melindungi kepentingan manusia, terutama hak-hak yang dimiliki tiap manusia. Dalam menjalani hubungan sosial, tidak jarang terjadi konflik. Peran hukum di sini adalah untuk mengatasi konflik tersebut sehingga dapat dicapai kebenaran dan keadilan bagi masing-masing pihak yang terlibat. Selain itu, hukum juga berperan untuk mencegah terjadinya konflik karena hukum memiliki sifat yang bukan hanya memaksa untuk dipatuhi namun juga bersifat mengatur.
Uraian singkat mengenai peran hukum di atas memberikan gambaran bahwa meskipun dalam masa pandemi COVID-19 sekalipun, hukum tetap diperlukan dan peradilan harus tetap berjalan.
Pandemi COVID-19 dan e-Court
Pada hakikatnya, semasa pandemi, hubungan sosial di dalam masyarakat tetap berjalan. Hanya saja, jarak fisik antarindividu yang dibatasi sehingga kemungkinan konflik masih tetap ada.
Lembaga peradilan di Indonesia dalam upaya mendukung kebijakan pemerintah dalam mencegah penyebaran COVID-19 menjalankan peradilannya secara daring melalui telekonferensi. Meskipun masih banyak yang mempertanyakan tentang kemampuan e-court dalam memberikan keadilan yang utuh seperti harapan masyarakat, seluruh warga Indonesia sudah sepatutnya mendukung adanya e-court.