Seperti apa yang dikatakan oleh Beauchamp dan Childress, bahwa penciptaan suatu ketentuan terhadap etika adalah untuk mengatur hubungan antara moral dan ketetapan terhadap kebijakan atau hukum dan tidak harus identik dengan hukum dan kebijakan yang ada. Pernyataan tersebut memelopori adanya bidang pengaturan tertentu dalam tata cara pengobatan dalam bidang kedokteran yaitu biomedical ethics atau etika biomedis. Konsep aturan ini terkandung dalam empat prinsip utama bidang kedokteran yaitu principlism yang terdiri atas empat poin yaitu:
-
Autonomy
Prinsip tentang autonomy atau otonomi manusia berpacu kepada pemikiran bahwa seorang manusia memiliki hak untuk mengontrol dirinya sendiri secara bebas. Konsep dari prinsip ini berpacu pada pemikirian yang tidak dalam penguasaan, dan mandiri. Dalam praktiknya prinsip otonomi menciptakan berbagai peraturan yang menjunjung tinggi martabat manusia dalam proses pengobatannya. Adanya izin terhadap penggunaan informasi kesehatan, pengajuan persetujuan tindakan medis, dan pemastian pemahaman informasi medis merupakan beberapa aturan yang terbentuk atas konsep ini.
-
Beneficence
Prinsip beneficence atau kemanfaatan merupakan prinsip yang berupa etika untuk selalu memberikan manfaat dalam suatu tindakan. Bentuk dari adanya prinsip ini dapat dilihat pada ketentuan bahwa seorang tenaga kesehatan wajib memberikan pelayanan terbaik terhadap seseorang yang ia obati. Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa prinsip kemanfaatan dalam bidang kesehatan merupakan suatu prinsip yang penting. Kenyataan ini didasarkan pada kemauan pasien yang mengharapkan kesembuhan dari penyakitnya.
-
Non-maleficent
Prinsip non-maleficent atau biasa disebut dengan prinsip tidak menyakiti. Asas ini menitikberatkan kewajiban dari tenaga kesehatan yang tidak seharusnya menyakiti orang lain. Pernyataan tersebut didasarkan pada hakikat dari tenaga medis sebagai seseorang yang mengobati bukan melukai. Penciptaan prinsip ini didasari agar setiap orang yang melakukan upaya pengobatan dapat terhindar dari setiap kegiatan yang menyebabkan dirinya terluka oleh upaya tenaga kesehatan.
-
Justice
Prinsip justice atau keadilan merupakan prinsip yang didasarkan oleh hukum bahwa setiap pelayanan medis yang dilakukan perlu untuk menjunjung keadilan. Keadilan tersebut dapat berupa perlakuan yang pantas terhadap setiap pasien yang berobat pada seorang tenaga kesehatan. Pelayanan pengobatan perlu untuk didistribusikan dengan baik serta memberikan manfaat yang seimbang dalam masyarakat. Prinsip tentang keadilan ini tidak hanya berpacu pada kegiatan pengobatan namun juga pada sistem pelayanan kesehatan. Akses dan dan pemerataan terhadap sarana pelayanan kesehatan juga merupakan suatu tindakan yang wajib dilakukan oleh institusi kesehatan.
Principlism Sebagai Dasar Aturan dalam Norma Hukum
Adanya penjelasan mengenai etika biomedis yang telah dikemukakan serta seluk-beluk pemikiran yang ada didalamnya maka dapat dikatakan bahwa principlism merupakan dasar pembentukan kaidah. Pernyataan ini didasarkan pada konsep dasar prinsip didalamnya yang menjelaskan mengenai bagaimana seorang tenaga medis harus bertindak. Dokter sebagai salah satu profesi yang dikategorikan sebagai tenaga medis perlu untuk mendasarkan tingkah lakunya terhadap keempat prinsip tersebut.
Adanya kenyataan bahwa suatu norma etika biomedis membentuk berbagai macam peraturan dalam bidang kedokteran menunjukkan bahwa hukum kedokteran tidak dapat dipisahkan dari kaidah etika profesi yang menaunginya. Pernyataan bahwa suatu tindakan medis tidak dapat dinilai hanya dengan cara normatif yaitu dengan undang-undang yang telah ada menjelaskan bahwa aturan hukum dalam bidang kedokteran tidaklah selalu absolut. Keadaan inilah yang mendasari banyaknya konflik moralitas dalam pelaksanaan tindakan medis. Konflik moralitas tersebut memerlukan suatu penyelesaian dengan mekanisme yang tidak hanya berdasarkan nilai yang autoritatif namun juga pada unsur kemanusiaan dan keseimbangan.
“Principlism is designed such that the only legitimate end to limit the enjoyment of a principle is the promotion of another conflicting principle within principlism.”
Norbert Paulo (Philosophy and Law in Applied Ethics)