Contoh kasus (2) “ Si A yang merupakan seorang wanita hendak berpergian ke sebuah pusat perbelanjaan dengan menggunakan transportasi berbasis online, sebut saja ojek online (ojol). Di tengah perjalanan si tukang ojol mempunyai niat terselubung untuk membawa si A ketempat yang sepi agar dapat melakukan pemerkosaan.
Sesampainya di tempat yang sepi tersebut, tukang ojol memaksa si A untuk membuka pakaiannya dan melayani nafsu birahinya. Si A yang ketakutan saat itu melihat kayu berupa balok dan mengambilnya lalu memukulkan balok tersebut pada kepala si tukang ojol. Karena pukulan yang cukup keras dari si A, maka si tukang ojol meninggal dunia ditempat”.
Dari kedua contoh kasus diatas, keduanya merupakan bentuk pembelaan yang tergolong dalam pembelaan paksa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 49 menjelaskan bahwa “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri atau orang lain, terhadap kehormataan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang, tidak dipidana”.
Berdasarkan pasal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa jika seseorang menerima ancaman serangan atau tindakan kejahatan yang melanggar hukum dari orang lain, maka pada dasarnya seseorang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap tindakan tersebut. Hal tersebut dibenarkan walaupun dilakukan dengan cara merugikan kepentingan hukum dari penyerangnya atau si pelaku tersebut, yang mana di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang dimana pelakunya telah diancam dengan sesuatu hukuman.