Kehadiran Pandemi Covid-19 di Indonesia mendorong percepatan digitalisasi layanan perbankan. Mengingat di tengah pandemi ini, transaksi digital meningkat seiring preferensi masyarakat dalam berbelanja online dengan sistem cashless (pembayaran digital) akibat pembatasan mobilitas. Kondisi ini terlihat dari data Bank Indonesia pada Maret 2021 yang menunjukkan terjadinya peningkatan volume transaksi digital banking hingga 20,8% yoy (year on year). Lebih daripada itu, transaksi digital banking diproyeksikan oleh Bank Indonesia akan naik 19% jadi Rp 32.206 triliun pada tahun 2021.[1]
Tidak dipungkiri bahwa masyarakat saat ini telah terbiasa dengan layanan perbankan digital dan mulai meninggalkan transaksi konvensional perbankan yang umumnya dilakukan dengan tatap muka. Layanan ini menjadi pilihan masyarakat karena lebih praktis, fleksibel, dan tidak perlu antre untuk melakukan layanan perbankan. Lebih dari itu, masyarakat tidak lagi khawatir tertular virus Covid–19.
Sebagai konsekuensinya, industri perbankan saat ini gencar melakukan transformasi layanan perbankan dari konvensional ke digital. Layanan Perbankan Digital ini sebagai respon Bank Umum agar tetap eksis di tengah masifnya perkembangan teknologi dan sesuai kebutuhan nasabah di tengah pandemi Covid-19. Lebih jauh, Layanan Perbankan Digital berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 /POJK.03/2018 Pasal 1 ayat (4), yaitu
“Layanan bagi nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dalam rangka melayani nasabah secara lebih cepat, mudah, dan sesuai dengan kebutuhan, serta dapat dilakukan secara mandiri sepenuhnya oleh nasabah dengan memperhatikan aspek pengamanan.”