Putusan MK ini tidak senada dengan yang diungkapkan oleh mantan ketua MK periode 2003-2008 Prof. Jimly Asshiddiqie sebagaimana yang diwartakan oleh Kompas.com, beliau mengatakan bahwa secara ideal seharusnya ambang batas minimal pencalonan presiden ditiadakan, jikapun harus ada idealnya sebesar 0%. Dari penjelasan hal diatas kawanhukum menjajal mengupas hal-hal yang melatar belakangi mereka atas ketidaksetujuan konsep Presidential Threshold pada Pemilu Serentak 2019.
Pertama, ambang batas Presidential Threshold ini dianggap terlalu tinggi, dikarenakan suatu parpol atau gabungan parpol mau tidak mau harus memenuhi prasyarat yang ada jika ingin mencalonkan kadernya sebagai presiden atau wakil presiden. Yang mana dengan ambang batas yang terlampau tinggi ini, dapat berakibat dengan timbulnya calon presiden tunggal pada pemilihan presiden. Selain itu juga akan membuat parpol-parpol saling berafiliasi satu sama lain, bukan karena mempunyai pandangan yang sama, tetapi bertujuan hanya untuk memenuhi kekurangan kursi dan melampaui syarat politis Presidential Threshold. Sehingga akan berdampak pada semakin sedikitnya pilihan masyarakat terhadap pemimpin yang ada.
Yang kedua setelah adanya putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 terhadap judicial review Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Yang mana dari putusan tersebut lahirlah konsep Pemilu Serentak, Pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, yang diberlakukan pada Pemilu 2019 dan Pemilu seterusnya. Pada mulanya penerapan Presidential Threshold bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial, oleh karena itu pemilihan anggota legislatif dilaksanakan lebih dahulu daripada pemilihan presiden.
Namun yang menjadi pro kontra disini adalah ketika Pemilu serentak Presiden dan Wakil Presiden beserta DPR direalisasikan pada Pemilu 2019 dan yang dijadikan persyaratan ambang batas atau Presidential Threshold adalah hasil Pemilu tahun 2014, bagaimana bisa suatu hasil Pemilu anggota legislatif 2014 dijadikan acuan sebanyak dua kali untuk pertarungan politik yang baru, dimana hasil Pemilu 2014 ini didapat dari total pemilih dan kondisi sosial politik yang berbeda dengan Pemilu tahun 2019 kali ini.