Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana yang tercantumkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakan supremasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan serta tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law).
Negara yang menganut paham negara hukum berlaku prinsip-prinsip pokok Negara Hukum. Prinsip-prinsip negara hukum antara lain mengatur tentang perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perlindungan terhadap hak asasi manusia diatur di dalam undang-undang, baik di dalam Undang-Undang Dasar 1945 maupun undang-undang yang mengatur khusus tentang hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia dari sejak dalam kandungan.
Oleh karena itu, wajib untuk dihormati, dilindungi serta mendapat perlakuan hukum yang adil serta mendapat perlakuan yang sama di depan hukum (UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G Ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antar manusia, baik individu maupun kelompok, yang dirasa oleh salah satu pihak sebagai satu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan, tidak bebas. Situasi yang disebabkan oleh tindak kekerasan ini membuat pihak lain sakit, baik secara fisik maupun psikis serta rohani. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu dari berbagai macam bentuk tindak pidana kekerasan yang telah teridentifikasi dalam masyarakat internasional.
PBB mendefinisikan istilah kekerasan terhadap kekerasan terhadap perempuan pada deklarasi tahun 1993 sebagai semua kekerasan berdasarkan gender (maksudnya atas dasar pertimbangan gender) yang mengakibatkan kerugian/bahaya/melukai secara fisik, sexual, psikologi maupun penderitaan kepada perempuan, termasuk pula mengancam, kekerasan, perampasan secara sewenang-wenang terhadap kebebasan. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tidak sejalan dengan pengertian dan tujuan dari terbentuknya sebuah rumah tangga (perkawinan) baik menurut hukum positif, adat dan agama.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat atau disebut hubungan formil. Sebaliknya, ikatan batin adalah hubungan yang tidak formil atau suatu hubungan yang tidak dapat dilihat.