Difabel sebernanya berasal dari kata serapan bahasa inggris different people are yaitu manusia berbeda sedangkan able berarti dapat atau mampu. Difabel atau disabilitas merupakan keadaan yang membatasi atau merusak mental atau fisik seseorang. Keadaan yang khusus atau berbeda dengan orang pada umumnya. Ada berbagai macam kategori disabilitas, diantaranya disabilitas fisik, disabilitas motorik, disabilitas mental dan disabilitas intelektual. Menurut WHO (1980) difabel dikelompokkan menjadi tiga, yaitu impairment, disability, and handicap. Impairment dalam dunia kesehatan memiliki arti kondisi abnormal fisiologis, psikologis, atau struktur fungsi anatomi. Handicap artinya kerugian seseorang yang disebabkan oleh impairment atau disability yang membatasi mereka menjadi orang normal.
Pada kehidupan nyata kaum difabel sering kali mendapatkan diskriminasi. Termasuk kurangnya fasilitas penunjang seperti alat bantu berjalan(guiding block) di trotoar, halte bus yang belum ramah terhadap difabel. Selain itu, fasilitas pendidikan dari pemerintah juga kurang. Kebanyakan sekolah luar biasa didirikan oleh pihak-pihak swasta dengan biaya masuk yang lumayan mahal. Hal ini mempersulit kaum difabel yang mempunyai ekonomi bawah. Penyandang Disabilitas juga mempunyai hak mendapatkan pendidikan yang layak dan wadah untuk mengasah potensinya masing-masing tapi hal ini sering kali gugur.
PEMENUHAN HAK DIFABEL DALAM UU CIPTAKER
Regulasi tentang penyandang Disabilitas sudah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016. Terutama dalam Pasal 11 menyebutkan bahwa difabel tetap memiliki hak untuk bekerja, kewirausahaan dan koperasi. Disisi lain dalam Undang-Undang Cipta kerja istilah kata “cacat” masih dipergunakan yang berarti berbanding terbalik dengan gerakan para difabel yang telah memperjuangkan cara pandang hak asasi manusia. Selain dalam pasal 154A Undang-Undang Ciptaker Ayat (1) menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjannya setelah melampaui batas 12 bulan. Hal tersebut bisa menghilangkan hak para difabel untuk melanjutkan pekerjaannya. Dengan demikian bisa mengakibatkan suatu perusahaan tidak mau menerima calon karyawan difabe bahkan perusahaan bisa sama sekali tidak mempunyai karyawan difabel. Padahal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Pasal 53 menyebutkan: (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah Pegawai atau pekerja, (2) Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.