2. Pasal 4 huruf a yaitu, ”Advokat dalam perkara-perkara perdata harus memenuhi syarat dengan jalan damai.”
3. Pasal 4 huruf c, ”Advokat tidak dibenarkan untuk kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.”
4. Pasal 9 huruf a, ”Setiap Advokat wajib dipenuhi dan diperoleh Kode Etik Advokat ini.”
Kode Etik Advokat Indonesia merupakan hukum tertinggi bagi advokat dalam menjalankan profesi. Tidak hanya menjamin dan melindungi advokat, kode etik juga membebankan setiap advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat. “Oleh karena itu, setiap advokat dalam menjalankan tugas profesinya wajib tuduk, taat dan patuh pada Pancasila, UUD 1945, UU Advokat, Kode Etik Advokat dan nilai-nilai tukar publik. Dengan demikian, setiap advokat tidak dapat digunakan untuk melakukan dan mencoba yang dimaksudkan dengan moralitas dan mencederai rasa keadilan publik. Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Advokat ditegaskan untuk menjamin keamanan kehakiman yang independen, maka diperlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, bertanggung jawab,
Fungsi dari kode etik adalah menjunjung martabat profesi serta mempertahankan kesejahteraan para anggotanya dengan membelanjakan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan bahanil anggotanya. Sementara peran dari kode etik yaitu kode etik yang ditujukan untuk melindungi anggota-anggotanya dalam menentang tindakan-tindakan yang tidak jujur, membahas hubungan antar anggota, sebagai pelindung dari campuran tangan pihak luar atau pengelola yang tidak adil, meningkatkan pengembangan kualitas dalam praktik, yang sesuai dengan cita-cita masyarakat, dan kode etik yang sesuai antara profesi dengan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ada 3 maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yaitu:
- Menjaga dan meningkatkan kualitas moral.
- Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis.
- Melindungi kesejahteraan materiil untuk pengemban profesi.
Dengan menghilangkan masalah ini, terjadi beberapa kemungkinan yang terjadi antara lain:
Pertama, membuat citra setuju di pandangan masyarakat menjadi semakin menurun. Bila disetujui seperti OC Kaligis yang dipercaya profesional dan memperjuangkan keadilan dalam menyelesaikan perkara seperti terlibat dalam kasus ini, bagaimana dengan pengacara-pengacara lain yang berjuang hanya demi materi.
Kedua, terbongkarnya kasus suap yang menyeret Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Kepala Daerah Sumatera Utara, telah menguatkan bukti selama ini, pemerintah daerah tidak juga lepas dari pemerasan para hakim melalui para pengacara. Kasus-kasus yang melibatkan pemerintah daerah kerap dikalahkan oleh pengadilan. Sebagai contoh Pemrov DKI Jakarta kerap dikalahkan oleh pengadilan atas berbagai kasus sengketa tanah, properti dan sebagainya.
Ketiga, mereka semua sebagai penegak hukum melakukan tindak pidana korupsi dan tidak hanya mengubah kode etik profesi mereka tetapi juga menentang sumpahnya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dapat merusak citra dan moral Indonesia.