Pada tahun politik pilkada 2020 ini sangatlah berbeda. Kita menyelenggarakan pesta demokrasi di tengah pandemi COVID-19 yang kian menggila tiap hari. Negara menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang. Pada tanggal 4 Mei 2020, dibuatlah PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) nomor 5 tahun 2020 sebagai dasar melaksanakan pilkada di tengah wabah COVID-19.
Memutuskan penyebaran wabah COVID-19 dan menyelenggarakan demokrasi yang jujur adalah dua tugas yang harus dilaksanakan bersama. Memang tatanan kebiasaan kehidupan baru (new normal) telah diterapkan di berbagai daerah, tapi tidak berpengaruh terhadap statistik kenaikan masyarakat yang positif COVID-19.
Pilkada yang telah di undur tanggal 9 Desember 2020 menambah tugas KPU dan Bawaslu agar tidak terjadi lonjakan positif COVID-19 setelah pilkada serentak tersebut. Apakah generasi terdahulu mampu mengemban dua tugas tersebut tanpa menggandeng kaum millenial? Di mana dan Bagaimana peran “Mahasiswa” sebagai social of control dan social of change di masyarakat?
Di negara gotong royang ini pekerjaan yang ringan apalagi yang berat tidak semestinya dikerjakan atau dilaksanakan oleh satu elemen masyarakat saja. Kita harus bahu-membahu mengemban tugas. Apalagi yang kita hadapi sekarang ini adalah dua tugas yang sangat berat, jadi semua elemen masyarakat dari kalangan anak milenial sampai kaum yang telah lama menelan asam manis kehidupan.