Perkembangan ilmu teknologi tak bisa dihindari. Hal ini menciptakan posisi dan situasi di mana dunia terasa semakin kecil dan tak berjarak. Dalam istilah yang ditawarkan oleh Thomas Friedman, penulis dan reporter asal Amerika, adalah “The World is Flat”. Bahkan, Alvin Toffler, juga penulis asal Amerika, dalam tulisannya berjudul, “The Third Wave” mengatakan bahwa peradaban dunia saat ini dan di masa depan akan bergantung pada basis teknologi yang jauh lebih beragam.
E-Court sudah digagas sejak lama oleh Mahkamah Agung (MA) dan hadir melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Saat ini, dapat kita temukan pada website resmi MA telah terdapat pelayanan E-Filing, E-Payment, E-Summons, bahkan E-Litigation. Hal tersebut menunjukkan Indonesia telah memasuki era disrupsi digital bidang hukum meski masih dalam tahap awal.
Eksistensi E-Court di Mata Dunia
Federal Public Services of Justice dan Mahkamah Konstitusi Belgia telah memiliki road map yang terukur untuk memulai sistem peradilan melalui E-Court. Mahkamah Agung Belanda – Hoge Raad – juga berkomitmen melakukan digitalisasi sistem peradilan sejak awal 2017. Sementara itu, di Uni Eropa, istilah E-Justice sudah mulai digunakan dalam konteks big data di ekosistem hukum.
Digitalisasi bidang hukum tentu terjadi di Hungaria yang notabenenya juga termasuk negara Uni Eropa. Gyuranecz et. al. dalam papernya bertajuk The AI Is Now in Session – The Impact of Digitalization on Courts (2019) menyebutkan kelebihan dari sistem informasi dan teknologi yang membantu proses peradilan di Hungaria. Di antaranya terdapat: E-Procedure, yang memungkinkan klien untuk menyerahkan dokumen mereka secara elektronik dan pengadilan untuk berkomunikasi dengan klien; E Form, di mana masyarakat dapat membuat administrasi pengadilan. Pengadilan juga dapat menerima komplain administrasi melalui pelayanan ini; dan E-Filing System, yang menyediakan dan memberikan akses yudisial ke file kasus apa pun secara online.
Mengapa E-Court Dapat Dikatakan Lebih Baik
Dalam sistem peradilan modern, penegakan hukum harus merespons perkembangan teknologi informatika. Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA, Supandi, menyebutkan dalam papernya bertajuk Masa Depan Sistem Peradilan Modern di Indonesia (2018) bahwa hal ini muncul sebagai fenomena perubahan paradigma sehingga sistem peradilan negara hukum modern secara langsung maupun tak langsung merespons terjadinya sebuah interaksi sosial – masyarakat pencari keadilan – dengan penegakan hukum yang lebih efektif dan efisien dan E-Court merupakan sebuah trobosan.
Hadirnya E-Court di Indonesia merupakan wujud implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Dasar hukum pengadilan elektronik adalah Perma Nomor 3 Tahun 2018 yang kemudian disempurnakan dengan Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Perma ini mencakup layanan administrasi perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara (Pasal 3 Ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2019). Isinya mengatur proses pendaftaran perkara, pembayaran biaya perkara, pemanggilan para pihak, tata cara persidangan secara elektronik, serta berbagai tata kelola administrasi online.
E-Court oleh MA saat ini meliputi: E-Filing, pendaftaran perkara secara online di pengadilan; E-Payment, pembayaran Panjar Biaya Perkara secara online; E-Summons, pemanggilan pihak secara online; dan E-Litigation, persidangan secara online. Hal ini tentunya memberikan akses kemudahan kepada masyarakat dan para pencari keadilan (justice seeker), selain tentunya menjadikan pengadilan semakin transparan, efektif dan efisien.
Di lain pihak, beberapa output hasil dari teknologi informasi digital yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya adalah putusan yang dapat di-download di website, video streaming/youtube persidangan, risalah sidang (audio-video), permohonan online, monitoring perkara online, arsip digital, pemanggilan online, dan fasilitas lainnya. Selain itu, untuk memudahkan akses kepada masyarakat, MK juga membuat aplikasi khusus yang bernama Click MK yang dapat diunduh di android ataupun iOS.
Manfaat nyata penggunaan sistem teknologi informasi lainnya dijelaskan oleh Supandi dalam papernya bahwa MA menemui hasil yang luar biasa. Tunggakan perkara di tahun 2017 adalah yang terendah dalam sejarah MA. Dalam perinciannya, sisa perkara tahun 2017 adalah sebanyak 1.388 perkara, yang artinya lebih kecil dibandingkan sisa perkara tahun sebelumnya (tahun 2016) dengan angka sebanyak 2.357 perkara. Sehingga, berdasarkan data Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2017, sisa tunggakan di MA terus mengalami penurunan yang cukup signifikan, terlebih jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada tahun 2012 sebanyak 10.112 perkara, maka dalam kurun waktu 6 tahun tersebut MA telah mampu mengikis lebih dari 86% sisa perkara.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.