Pada suatu hari seorang anak pergi ke rumah temannya yang bernama X. Tiba di tempat tujuan X memiliki Tembakau Gorila (Sinte). X membakar satu linting sinte, anak ikut menghisap narkoba tersebut secara bergantian dengan X dan Y. Selanjutnya, mereka ditangkap oleh Polisi. Barang bukti Sinte hanya ada di X, tidak ada pada diri Anak dan Y.Penyidik menjerat Anak menggunakan Pasal 111 ayat (1), dan/atau Pasal 112 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (1), dan/atau Pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Perkara ini tidak dilakukan diversi di tingkat pengadilan, hakim menjatuhi pidana penjara selama 2 tahun.
Peristiwa lain, seorang anak melakukan tindak dengan pasal yang sama seperti di atas, perkara selesai ditingkat Pengadilan melalui proses diversi. Hakim menggunakan aturan yang sah, yaitu Peraturan Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2014 tentang Pelaksanan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
Selanjutnya, pada suatu hari seorang anak melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan (korban) yang usianya sebaya. Perbuatan tersebut mengakibatkan anak ditangkap oleh Polisi. Penyidik menjerat menggunakan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pada proses persidangan, secara lisan keluarga korban sudah memaafkan perbuatan Anak. Hakim menjatuhi pidana alternatif berupa pidana bersyarat dengan pengawasan dan pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan.
Peristiwa lain, seorang anak melakuan tindak pidana pencabulan. Ancaman pidana dari tindak pidana pencabulan lebih rendah dari melakukan tindak pidana persetubuhan. Pada proses persidangan, secara lisan keluarga korban sudah memaafkan perbuatan anak. Hakim menjatuhi pidana penjara selama 2 tahun dan 5 bulan.
Empat peristiwa di atas berbeda tempat, pelaku dan penegak hukumnya. Persamaannya ada pada pasal dan karakter tindak pidana. Pada paragraf pertama, pasal dan tindak pidana sama dengan peristiwa pada paragraph kedua namun putusan yang berbeda. Begitupun jenis tindak pidana ketiga sama dengan tindak pidana keempat namun putusan yang berbeda. Pada kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengomentari putusan tersebut.
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
Semangat dibentuknya UU nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa perlu dilakukan penataan sistem peradilan yang terpadu.
Pada salah satu pasal disebutkan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Selanjutnya setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Undang-Undang Perlindungan Anak
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, katagori anak yang mendapatkan perlindungan khusus salah satunya adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Adapun jenis perlindungan khususnya adalah: (a) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, (b) penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini, (c) penyediaan sarana dan prasarana khusus, (d) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, (e) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum, (f) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga,dan (g) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.