Kempat mahasiswa yang namanya abadi hingga saat ini yakni Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur), Hafidhin Royan (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil), Hery Hartanto (Fakultas Teknologi Industri) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi).
Dalam tragedi ini, pemerintah dan aparat keamanan merebut hak mereka untuk beraspirasi, menyuarakan pendapat mereka. Para mahasiswa menuntut Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Saat itu, Soeharto menjalankan pemerintahannya secara diktaktor, hak-hak masyarakat tidak diakui, ditambah dengan adanya krisis moneter yang menjadi akibat dari perbuatannya, dan masih banyak lagi keburukan dari pemerintahannya.
HAM keempat mahasiswa untuk memperoleh pendidikan yang layak juga telah diambil bersama dengan hak untuk hidup bagi mereka. Mahasiswa pada saat itu hanya ingin menyuarakan aspirasi mereka terhadap kondisi Indonesia dan mewakili suara bangsa Indonesia. Sebalilnya, respon pemerintah justru menjadi tindakan “penertiban”. Kekerasan yang terjadi menjadi suatu keprihatinan bangsa bangsa, kekecewaan rakyat terhadap respon dan tindakan dari pemerintah.
Di sisi lain ketika kejadian sudah usai, para pejabat, termasuk Komnas HAM mengunjungi para korban dan mengatakan akan mengusut kasus ini. Nyatanya, sampai detik ini tidak ada langkah tegas yang diambil pemerintah. Tidak mungkin pemerintah melupakan kejadian ini apalagi selalu diperingati di setiap tahun.
Memang, setahun setelah kejadian, proses hukum sempat berjalan dan menyeret enam terdakwa. Tiga tahun berselang, sembilan sembilan terdakwa kasus penembakan mahasiswa Trisakti diadili di Pengadilan Militer dan dijatuhi hukuman 3 sampai 6 tahun penjara.
Mengutip pernyataan Komnas HAM, para terdakwa yang diadili di Pengadilan Militer adalah pelaku lapangan, sementara pelaku utamanya belum diadili. Pihak yang memerintahkan penembakan yang harus bertanggung jawab atas peristiwa 12 Mei 1998.
Gerakan Mahasiswa Trisakti waktu itu muncul karena rasa keprihatinan mahasiswa terhadap krisis ekonomi Indonesia. Kemudian, gerakan ini mendapat perlakuan yang tidak pantas dari aparat hukum yang bertugas. Hilangnya empat mahasiswa Universitas Trisakti berarti masih diperlukan upaya pengusutan kasus hukumnya. Meskipun beberapa pelaku sudah diadil, beberapa pelaku lainnya belum diadili dan belum ada pemutusan yang pasti dari kasus tersebut.