Mengapa demikian? Menurut asas kausalitas, yang dilihat dari siapa korbannya dan sebab akibat dari tindakan Indra Kenz. Asas ini mempertimbangkan siapa yang dirugikan, rakyat atau negara? Asas ini juga melihat bagaimana manfaat dari keputusan hukum yang terjadi. Jika rakyat yang dirugikan maka rakyat yang mendapat keadilan. Namun, jika negara yang dirugikan, negara yang mendapat keadilan.
Tunggu dulu. Apakah hakim menganggap “korban” tidak berhak? Padahal, pasal yg terbukti bukan Pasal 27 ayat (2) UU ITE tentang judi online. Akan tetapi, aspel yang terbukti adalah bohong dalam perlindungan konsumen Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Oleh karena itu, seharusnya hakim mampu menganggap pelapor sebagai korban.
Nyatanya, nyatanya tidak. Apakah “mungkin” pemerintah berdasarkan sebagaimana Putusan Kasasi No. 3096 K/Pid.Sus/2018 barang bukti hasil penipuan dan terbukti melakukan pencucian uang menurut Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP sehingga barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara? Dalam putusan tersebut, hakim mungkin menganggap korban sebagai participating victims atau self victimizing victims, di mana pola pikir investasi para korban ini berkontribusi pada kejahatan.
Penipuan investasi bodong sampai saat ini masih menjadi kejahatan paling sering terjadi di berbagai belahan dunia. Penipuan investasi bodong sendiri memiliki banyak bentuk dan versi, baik dari segi komunikasi visual maupun komunikasi virtual via digital.
Banyak dari kita yang mungkin kurang waspada ataupun kurang paham mencegah dari tindakan penipuan investasi bodong. Banyak pihak akhirnya terjerumus sebagai korban. Nah, artikel kali ini juga akan membahas beberapa hal yang harus dilakukan jika kita menjadi korban penipuan.
1. Tentukan Tujuan
Tujuan yang dimaksud disini ialah bagaimana respon kita menghadapi tindak penipuan. Apakah kita hendak menghukum pelaku dengan efek jera?. Ataukah hanya berharap agar kerugian yang kita alami dikembalikan seperti semula? atau keduanya bisa menjadi tujuan kita?.
2. Kumpulkan bukti
Tentu dalam melakukan segala tindakan pasti ada subjek dan objek yang saling berkesinambungan satu sama lain. Kira-kira bukti apa saja yang bisa memberatkan terduga pelaku tersebut melakukan penipuan?. Apakah ada perjanjian sebelumnya yang tidak ia penuhi?. Apakah ada bukti hitam diatas putih terkait perjanjian atau kesepakatan tersebut?. Ataukah ada saksi yang melihat, mendengar atau merasakan perjanjian atau kesepakatan tersebut? Apakah ada korban lain yang merasakan adanya tindakan penipuan tersebut?. Pastinya dalam mengumpulkan bukti sendiri harus dengan cara yang legal ataupun sah menurut hukum positif di Indonesia.