Di Pasal 183 KUHAP menegaskan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Kiranya beberapa hal tersebut diatas semaksimal mungkin bisa terpenuhi agar kita bisa melangkah ketahap selanjutnya.
3. Laporkan ke pihak berwenang
Ini merupakan fase yang paling penting jika menjadi korban penipuan. Didasarkan dengan tujuan kita yang pertama maka fase ini juga menentukan kita akan melaporkan pihak yang berwenang yang mana.
Pertama, jika bertujuan untuk memberikan efek jera pada terduga pelaku penipuan, kita patut melaporkan kepada kepolisian setempat berdasarkan bukti permulaan yang sudah terkumpul. Dari bukti permulaan, kita bisa mengajukan proses apa yang ingin ditempuh baik mediasi atau bisa memproses pidana berdasarkan Pasal 378 KUHP.
Bisa juga diberlakukan Restorative Justice khusus untuk tindak pidana ringan seperti Pasal 373, 379 dan 384. Bahkan bisa juga benda yang disita ketika sudah ada putusan hakim dikembalikan sesuai dengan Pasal 46 KUHAP.
Kedua, jika mengharapkan kerugian kembali seperti semula (ganti rugi), jalur yang ditempuh adalah melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri, sesuai Pasal 1328 KUHPerdata tentang perjanjian. Prof. R Subekti dalam buku berjudul, “Hukum Perjanjian” (hal. 24) menjelaskan bahwa penipuan terjadi apabila salah satu pihak sengaja memberikan keterangan-keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Pihak yang menipu tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.
Lanjutnya, penipuan menurut beliau merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian. Apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. “Siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya” (affirmanti incumbit probate) Pasal 1865 KUH Perdata.