Dapat dikatakan bahwa Internasioanl itu adalah hubungan-hubungan nya yang menyangkut unsur asing sedangkan kaidah-kaidah HPI tetap hukum perdata nasional yang berlaku. Dalam HPI terdapat beberapa kualifikasi permasalahan-permasalahan yang menjadi ranah HPI yaitu:
- Hakim atau badan peradilan mana yang berwenang dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang mengandung unsur asing;
- Hukum manakah yang menjadi pilihan untuk diberlakukan untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang mengandung unsur asing; dan
- Dalam hal apa suatu pengadilan harus melihat dan mengakui hak dan kewajiban hukum atau putusan hakim asing.
Pilihan hukum dalam HPI menjadi suatu permasalahan yang penting untuk diselesaikan. Karena hal ini berkaitan dengan penyelesaian permasalahan sengketa oleh pihak-pihak yang terkait. Ada beberapa pendapat ahli mengenai pilihan hukum ini. Pertama, menurut Sudargo Gautama mengatakan:
Mengenai pilihan hukum (choice of law/Rechtswahl) para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelendupkan hukum” dalam menentukan pilihan hukum dalam permasalahan ini terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan.
Pertama, apabila salah satu pihak dalam permasalahan HPI adalah warga negara atau badan hukum asing. Contohnya Karina merupakan WNI yang akan menikah dengan Kant WNA Inggris yang berdomisili di Jakarta. Pada umumnya pilihan hukum yang akan disepakati dalam permasalahan ini yaitu dengan menggunakan analisis titik taut dalam HPI (primer dan sekunder).
Analisis permasalahan ini diawali dengan analisis titik taut primer yaitu melihat keadaan-keadaan menjadi faktor dilahirkannya atau diciptakannya hubungan HPI antara lain faktor kewarganegaraan, bendera kapal dan pesawat udara, domisili, tempat kediaman, dan tempat kedudukan badan hukum, dan pilihan Hukum Intern. Dalam kasus ini, titik taut primer menunjukan adanya permasalahan HPI karena dilihat dari faktor kewarganegaraan dan domisili keduanya.
Selanjutnya yaitu titik taut sekunder yang dijadikan penentu hukum mana yang harus digunakan atau berlaku dalam HPI. Yang termasuk dalam titik pertautan sekunder adalah:
- Tempat terletak benda (lex situs / lex rei sitae)
- Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus)
- Tempat dilangsungkannya atau diresmikan perkawinan (lex loci celebrationis)
- Tempat ditandatanganinya kontrak (lex loci contractus)
- Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis / lex loci executionis)
- Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)
Pilihan hukum (choice of law);
Sebagaimana titik sekunder ini, bisa digunakan untuk menentukan hukum mana yang dipilih berdasarkan tempat dilangsungkannya perkawinan. Dalam kasus ini perkawinan dilaksakan di Indonesia sehingga menggunakan hukum Indonesia (lex loci celebrationis).