Kemajuan peradaban manusia tak lepas dari adanya pengaturan-pengaturan yang mengatur juga membatasi kehidupan masyarakat. Pengaturan tersebut dalam lingkup negara biasanya dibuat oleh negara dengan tujuan menjaga stabilitas kehidupan masyarakat dari permasalahan-permasalahan yang timbul dari interaksi masyarakat. Baik interaksi antara individu dengan individu (perdata) ataupun individu dengan kelompok.
Permasalahan yang timbul dari hubungan keperdataan masyarakat juga menjadi hal yang menarik untuk diulas. Hubungan keperdataan dalam sebuah negara tidak membatasi adanya interaksi dengan negara lain. Sehingga tidak menutup kemungkinan timbulnya masalah keperdataan antara negara. diamana hukum nasional tiap negara berupaya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang menyangkut adanya benturan dari dua atau lebih kaidah atau sistem hukum.
Dengan adanya permasalahan tersebut menunjukan bahwa suatu negara berdaulat seringkali dihadapkan pada suatu permasalahan tidak sepenuhnya bersifat intern (dalam negara) namun juga permasalahan dengan melibatkan unsur asing (berkaitan dengan luar negara).
Dalam permasalahan tersebut hukum manakah yang akan digunakan? Apakah bisa memilih atas keinginan (terserah) subjek tersebut?
Di Indonesia terdapat Hukum Perdata Internasional (HPI) berupa keseluruhan kaidah atau asas hukum yang mengatur tentang hubungan keperdataan antara pelaku hukum yang masing-masing taat pada hukum perdata (nasional) negaranya sendiri.
Dapat dikatakan bahwa Internasioanl itu adalah hubungan-hubungan nya yang menyangkut unsur asing sedangkan kaidah-kaidah HPI tetap hukum perdata nasional yang berlaku. Dalam HPI terdapat beberapa kualifikasi permasalahan-permasalahan yang menjadi ranah HPI yaitu:
- Hakim atau badan peradilan mana yang berwenang dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang mengandung unsur asing;
- Hukum manakah yang menjadi pilihan untuk diberlakukan untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang mengandung unsur asing; dan
- Dalam hal apa suatu pengadilan harus melihat dan mengakui hak dan kewajiban hukum atau putusan hakim asing.
Pilihan hukum dalam HPI menjadi suatu permasalahan yang penting untuk diselesaikan. Karena hal ini berkaitan dengan penyelesaian permasalahan sengketa oleh pihak-pihak yang terkait. Ada beberapa pendapat ahli mengenai pilihan hukum ini. Pertama, menurut Sudargo Gautama mengatakan:
Mengenai pilihan hukum (choice of law/Rechtswahl) para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelendupkan hukum” dalam menentukan pilihan hukum dalam permasalahan ini terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan.
Pertama, apabila salah satu pihak dalam permasalahan HPI adalah warga negara atau badan hukum asing. Contohnya Karina merupakan WNI yang akan menikah dengan Kant WNA Inggris yang berdomisili di Jakarta. Pada umumnya pilihan hukum yang akan disepakati dalam permasalahan ini yaitu dengan menggunakan analisis titik taut dalam HPI (primer dan sekunder).
Analisis permasalahan ini diawali dengan analisis titik taut primer yaitu melihat keadaan-keadaan menjadi faktor dilahirkannya atau diciptakannya hubungan HPI antara lain faktor kewarganegaraan, bendera kapal dan pesawat udara, domisili, tempat kediaman, dan tempat kedudukan badan hukum, dan pilihan Hukum Intern. Dalam kasus ini, titik taut primer menunjukan adanya permasalahan HPI karena dilihat dari faktor kewarganegaraan dan domisili keduanya.
Selanjutnya yaitu titik taut sekunder yang dijadikan penentu hukum mana yang harus digunakan atau berlaku dalam HPI. Yang termasuk dalam titik pertautan sekunder adalah:
- Tempat terletak benda (lex situs / lex rei sitae)
- Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus)
- Tempat dilangsungkannya atau diresmikan perkawinan (lex loci celebrationis)
- Tempat ditandatanganinya kontrak (lex loci contractus)
- Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis / lex loci executionis)
- Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)
Pilihan hukum (choice of law);
Sebagaimana titik sekunder ini, bisa digunakan untuk menentukan hukum mana yang dipilih berdasarkan tempat dilangsungkannya perkawinan. Dalam kasus ini perkawinan dilaksakan di Indonesia sehingga menggunakan hukum Indonesia (lex loci celebrationis).
Kedua, apabila kesemuanya pihak dalam permasalahan HPI adalah warga negara atau badan hukum asing. Contoh permasalahan hukum perdata internasional apabila terjadi perkawinan antara dua warga negara Inggris yang berdomisili di Tegal akan akan menikah di Indonesia. Pada umumnya pilihan hukum yang akan disepakati dalam permasalahan ini yaitu dengan menggunakan analisis titik taut sekunder juga dapat menggunakan Renvoi.
Renvoi merupakan pranata HPI dalam menyelesaikan permasalahan untuk menghindarkan pemberlakukan kaidah/sistem yang seharusnya dipergunakan sebagaimana telah diterapkan dalam prosedur dalam HPI. Walaupun renvoi tidak dapat digunakan dalam penyelesaian seluruh permasalahan HPI.
Dalam kasus di atas renvoi dapat dipergunakan dengan prosedural yang sesuai. Dalam kasus ini, renvoi atau penunjukan kembali hadir yang berawal dari kaidah hukum Indonesia yang menunjuk inggris sebagai negara pelaksana perkawinan tersebut berdasarkan peraturan Indonesia pernikahan berdasarkan kewarganegaraan asal, namun karena inggris menganut sistem domisili, sehingga menunjuk kembali Indonesia, untuk memberlakukan hukumnya dalam perkawinan tersebut.
Hal inilah yang disebut renvoi. Apabila renvoi diterima maka, perkawinan tersebut menggunakan hukum Indonesia dan apabila renvoi itu ditolak maka menggunakan hukum Inggris.
Pada dasarnya segala sesuatu permasalahan pasti akan ada penyelesaiannya, tak terkecuali dalam sengkarut permasalahan pilihan hukum dalam perkawinan hukum perdata Internasional. Penyelesaian permasalahan didasarkan pada hukum yang mengatur dan kesepakatan para pihak. Namun, patut diketahui bahwa walaupun pihak memiliki hak untuk dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai.
Asalkan hal ini tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelendupkan hukum. Sehingga suatu permasalahan tidak akan selesai dengan hanya kata terserah, karena permasalahan dalam HPI harus diselesaikan sesuai prosedural dan tata cara yang ada. Hak para pihak juga tetap ada namun juga harus sesuai dengan koridor dan tata cara permasalahannya.