Pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU No. 11 Tahun 2020 mengubah sebagian besar ketentuan ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab, 186 pasal, dengan 1.187 halaman. Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di kala pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan ketentuan ketenagakerjaan pada UU Cipta Kerja. Keadaan ini menarik untuk dicermati, khususnya mengenai PHK dan pesangon.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 25 UU Ketenagakerjaan, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Berikut adalah perubahan ketentuan mengenai PHK pada UU Cipta Kerja:
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
1. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Berdasarkan Pasal 61 Ayat (1) Huruf C terdapat ketentuan tambahan yaitu hubungan kerja berakhir karena selesainya pekerjaan tertentu. Hal ini menyebabkan pekerja/buruh dapat dilakukan PHK walaupun masih dalam hubungan kerja atau PKWT belum berakhir apabila pekerjaan yang diamanatkan sudah selesai.
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. Pekerja buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya Pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, hak-hak Pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha Baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian Pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak Pekerja/buruh.
(4) Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal Dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri Perjanjian kerja setelah merundingkan dengan Pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris Pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
2. Alasan PHK
Terdapat perbedaan antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan yaitu mengenai tidak harus ditutupnya perusahaan untuk dapat melakukan PHK dan adanya alasan internal perusahaan yang dapat dijadikan sebagai dasar melakukan PHK.
Berdasarkan Pasal 154A Ayat (1) Huruf (B) UU Cipta Kerja perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.