Analisis terhadap sumpah pocong diarahkan kepada pendapat Hakim dan juga pertimbangan yang digunakan untuk dapat mengabulkan dan menerima permohonan sumpah decissoir dengan cara sumpah pocong. Sudikno Mertokusumo pernah mengatakan didalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia yaitu, Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili, sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas (pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004). Larangan untuk menolak memeriksa perkara disebabkan anggapan bahwa hakim tahu akan hukumnya menurut asas ius curia novit. Jika hakim tersbut tidak dapat menemukan hukum atau Undang-Undang yang berlaku untuk mengadili maka ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 28 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004).
Maka dalam hal ini sumpah pocong sebagai sumpah pemutus bisa saja dilakukan dan atau dapat dilakukan karena dalam sistem pembuktian Acara perdata kita mengakui suatu keyakinan Hakim sebagai unsur penentuan untuk menentukan kebenaran dalam pembuktian suatu perkara dalam pengadilan. Bisa kita sumpulkan bahwa sumpah pocong pada dasarnya bukanlah sebuah praktik yang dapat ditempuh oleh Hakim pada kasus acara perdata tetapi jika hakim tidak menenmukan suatu hukum yang tertulis atau Undang-Undang hakim bolehkan suatu sumpah pocong untuk menjadi alat bukti menurut, pasal 158 ayat (1) HIR, yang membolehkan pelaksanaan sumpah dimasjid, gereja dan klenteng.
Selain itu, jika hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004). Dan kedua hakim diperbolehkan untuk menggunakan Hukum yang ada dalam masyarakat yaitu hukum adat, terdapat juga aturan di dalam pasal 28 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 yang memperbolehkan dan melegalkan hakim untuk mencari alternatif penyelesaian sengketa berdasarkan hukum yang ada di masyarakat (hukum adat) agar tercapainya suatu keadilan dalam masyaakat. Menurut beberapa literatur sumpah pocong dalam hukum adat “adatrecht” memiliki akibat hukum yang wajib dan seharusnya dipatuhi guna menghindari sanksi adat atau tindakan pengucilan pada seseorang tersebut.