Legal standing, standing to sue, Ius Standi, Locus Standi dapat diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata (Civil Proceding) yang disederhanakan sebagai hak gugat. Secara konvensional hak gugat hanya bersumber pada asas “ tiada gugatan tanpa kepentingan hukum” (point d’interest point d’action). Asas ini mengandung pengertian bahwa kepentingan hukum (Legal Interest) seseorang atau kelompok merupakan kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan (proprietary interest) atau kepentingan material berupa kerugian yang dialami secara langsung (injury in fact).
Doktrin tiada gugatan tanpa kepentingan hukum tersebut berada dalam lingkup perdata dimana yang diajukan adalah gugatan perdata. WNA dapat dinyatakan sebagai penduduk ketika yang bersangkutan telah bertempat tinggal selama 1 tahun berturut-turut. Secara tegas tentang diakuinya WNA sebagai penduduk negara dinyatakan dalam pasal 13 UU No. 3 Tahun 1946 “bahwa barang siapa bukan warga negara Indonesia, ialah orang asing”.
Dalam hukum dikenal prinsip teritorial yakni ketentuan kekuasaan daya berlakunya hukum kepada “siapa” dan “dimana”. Hukum Indonesia berlaku kepada setiap orang, siapapun juga baik warga negara sendiri maupun warga negara asing. Terkecuali berdasarkan hukum internasional ia diberikan hak “exterritorialiteit” yakni hak untuk tunduk kepada hukum negaranya sendiri. Dan sebagai subjek hukum, WNA memiliki kedudukan yang sama dengan wargan negara Indonesia dalam sebuah contract/ perjanjian baik yang dibuat dalam suatu akta notaris maupun tidak. Majelis Hakim Konstitusi menjadikan putusan MK RI No. 73/PUU-VIII/2010 dan putusan No. 2-3/PUU-V/2007 sebagai dasar hukum majlis dalam putusan perkara No. 137/PUU-XII/2014 yang menegaskan bahwa rumusan Pasal 51 ayat (1) UUMK sudah ‘sangat jelas dan tegas’ (expressis verbis).
Intinya, hanya WNI yang berhak, sedangkan WNA tidak berhak. Dalam putusan perkara terakhir ini, Mahkamah menyatakan ‘tidak dimungkinkannya WNA mempersoalkan suatu Undang-Undang Republik Indonesia tidak berarti bahwa WNA tidak memperoleh perlindungan hukum menurut prinsip due process of law”. Dengan kata lain, WNA tidak memenuhi kualifikasi yang diatur Pasal 51 ayat (1) UUMK. Putusan ini memberi suatu pernyataan tegas dalam hukum positif di Indonesia bahwa WNA tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam berperkara di Indonesia khususnya dalam hal ini di Mahkamah Konstitusi R.I, walaupun dia tinggal di Indonesia.