Selain blokir akses internet, media-media lokal yang mewartakan fakta-fakta kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap warga asli juga dibungkam. Jurnalis yang meliput di lapangan mangalami intimidasi kekerasan, distigmatisasi dengan pelabelan jurnalis pro separatis.
Indeks kebebasan Pers (IKP) di Papua masih sangat buruk, bahkan berdasarkan Dewan Pers 2019. Papua masih berada di posisi terendah dari 34 Provinsi di Indonesia dengan skor IKP 2019 pada angka 66,65 Papua, sedangkan Papua Barat berada di posisi buncit. Hak-hak jurnalis meliput berita, mendapatkan informasi, dan menyebarkan informsi mengenai keadaan yang ada di Papua sesungguhnya masih dalam keterbatasan.
Jurnalis telah berusaha menjalankan sesuai kode etik jurnalistik dan UU Pers. Pemerintah harus menyediakan alternatif bagi para jurnalis. Pemerintah harus membantu Pers di Papua agar mereka bisa bekerja melayani publik di bidang informasi dan kontrol sosial.
Baca juga:
- Gender dalam Konsep Sosio Legal: Menggali Perspektif dan Tantangannya
- Ilusi Efek Penggentar Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo
- Perempuan dan Hukum: Sudah Diistimewakan, Masih Menuntut Kesetaraan?
- Paradigma Sistematis Tentang Terorisme
- Konsekuensi Hukum Spionase oleh Negara terhadap Negara Lain
- Kesesatan Berpikir Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
- Sejauhmana Hukum Indonesia Dapat Melindungi Korban Pinjol Illegal?
- Pepres TNI sebagai Ancaman terhadap HAM dan Demokrasi
- Guru Adalah Buruh Pendidikan?
- Peran Media dalam Mengungkap Kasus Korupsi