Tunjangan hari raya (THR) adalah pendapatan yang bukan merupakan bentuk upah atau bentuk lain dari upah yang wajib. Diberikan pengusaha (pemilik modal) kepada para pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. Dan THR wajib dibayarkan tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Jadi, THR bukanlah diperuntukkan hanya bagi umat beragama muslim saja. Melainkan bagi pemeluk agama lainnya, mereka juga merayakannya pada hari rayanya masing-masing.
Seperti, Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi pekerja beragama Buddha. Tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Pekerja memiliki arti penting sebagai hak konstitutional warga Negara. Tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (2). Bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan serta perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Pemberian THR merupakan hak bagi setiap pekerja yang telah diatur dan dijamin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016) juga mengatur hal ini. Persoalan THR merupakan persoalan klasik yang terjadi tiap tahunnya dan tiada berakhirnya.
Pelanggaran pemberian THR terus berulang karena disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, ada ketakutan dari para pekerja atau dari para buruh terutama dari pekerja yang bersifat kontrak yang menjadi sasaran perusahaan. Kedua, pekerja tidak memiliki cukup waktu untuk melapor. Mengingat ketentuan paling lambat pemberian THR dilakukan tujuh hari sebelum hari lebaran tiba, pekerja ada yang telebih dahulu sudah pulang kampung. Setelah THR dibayarkan, meskipun terlambat, biasanya pekerja memilih diam karena momen lebaran sudah terlewat.
Dasar hukum THR adalah Permenaker 6/2016. Peraturan ini terdiri dari 13 pasal dan mulai diberlakukan saat diundangkan pada tanggal 8 Maret 2016. Tetapi terdapat peraturan lain yang menyatakan berbeda tentang THR tersebut. Yakni Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1994. Peraturan ini menetapkan bahwa pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.
Ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yaitu dalam Pasal 3 ayat 2 Permenaker 6/2016. Pengusaha diwajibkan untuk memberikan THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja, apakah telah menjadi karyawan kontrak, karyawan tetap, atau karyawan paruh waktu.