Dikutip dari laman resmi KPK, Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2018 peringkat Indonesia mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Transparancy International (TI) menyatakan skor Indonesia meningkat 1 poin dari 37 ke 38. Berdasarkan skor CPI, Indonesia berada di peringkat 89 dengan angka 38 dari 180 Negara. Kemudian pada tahun 2019 Corruption Perception Index (CPI) Indonesia terus membaik. Tahun 2019, skor CPI Indonesia naik dua poin dari tahun sebelumnya menjadi 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara. Dari pernyataan tersebut tingkat korupsi di Indonesia masih sangatlah tinggi. Tindak pidana korupsi di Indonesia tentu saja berdampak pada berbagai aspek kehidupan di Indonesia seperti Politik, Ekonomi, Sosial dan lain sebagainya.
PEMBAHASAN
Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption dan corrupt, Prancis yaitu corruption dan Belanda yaitu corruptie atau korruptie. Kemudian dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia menjadi kata korupsi. Secara harfiah arti harfiah korupsi merujuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang berkaitan dengan keuangan. Dalam Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatanya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibanya dan hak-hak dari pihak-pihak lain.
World Bank dan UNDP mendefinisikan korupsi sebagai “the abuse of public office for private gain”. Dalam arti yang lebih luas, banyak yang mengartikan korupsi adalah suatu penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah suatu tindakan yang merugikan orang lain maupun merugikan Negara dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri orang yang melakukan tindakan korupsi tersebut.
Pada dasarnya Korupsi terjadi jika adanya sistem yang memungkinkan. Kemudian ada hasrat untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak wajar bertemu dengan sistem pengawasan yang lemah dan lingkungan cenderung permisif, maka menjadi lahan bagi praktek-praktek tindak pidana korupsi. Lingkungan dengan pengawasan lemah dan permisif terhadap praktek-praktek kotor seperti ini lebih sering terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Pada negara-negara berkembang lembaga- lembaga maupun sistem adminsitrasi publik dan politik umumnya lemah, gaji umumnya rendah, sehingga pejabat-pejabat berkeinginan untuk “menambah” penghasilannya. Korupsi di Indonesia masih marak terjadi karena adanya beberapa faktor salah satunya adalah di Indonesia hukum bisa dibeli dalam artian lembaga penegak hukum dalam menegakkan hukum sering menjadi sasaran gratifikasi dari pihak yang melakukan tindak pidana korupsi.
Selanjutnya adalah hukuman yang tidak adil. Sebagai contohnya, rakyat kecil yang hanya mengambil kayu bisa dijatuhi hukuman seumur hidup. Pada saat yang bersamaan, pejabat yang mengambil uang rakyat milyaran rupiah hanya dihukum beberapa tahun. Kemudian adalah ketidaktakutan pada sang maha pencipta, dimana di Indonesia ada enam agama yang diakui yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Dimana keenam agama tersebut menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan yang dilarang.
Dalam pemberantasan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangannya yaitu Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yang sering disebut Undang-Undang Tipikor. Undang-Undang Tipikor tersebut ditetapkan oleh pemerintah pusat pada 21 November 2001 dan berlaku sejak tanggal penetapan tersebut. Dengan ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2001, pemerintah mencabut Undang-undang No. 73 Tahun 1958 dan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini menegaskan, tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi. Sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.