Hukum udara dan hukum angkasa merupakan lapangan hukum yang tersendiri yang mengatur suatu objek yang mempunyai sifat yang khusus. Munculnya pengaturan hukum ruang udara dan hukum luar angkasa dimulai sejak ditemukan berbagai macam teknologi bagi umat manusia pada abad 20. Tujuannya adalah agar dapat mengeksplor lebih lanjut mengenai ruang udara dan luar angkasa.
Penemuan dan penciptaan pesawat udara, sebagai sarana transportasi untuk melintasi suatu wilayah atau menuju wilayah suatu negara melewati jalur udara merupakan salah satu alasan kuat diperlukannya pengaturan dalam hukum ruang udara. Sebagaimana diketahui, menurut hukum internasional, wilayah negara terdiri dari 3 matra yaitu, darat, laut dan udara. Wilayah laut merupakan perluasaan dari wilayah daratan, sedangkan wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah negara di darat dan laut.
Hal ini dapat dilihat dalam Paris Convenion for the Regulation of Aerial Navigation tahun 1919 yang mengakui kedaulatan penuh negara di ruang udara di atas wilayah daratan dan laut teritorialnya. Pengaturan ini sama dengan Pengaturan ruang udara yang diatur dalam dalil hukum Romawi cujust est solum est usque ad coelum, yang mengemukakan,“barang siapa memiliki sebidang tanah dengan demikian juga memilki segala sesuatu yan berada di atas permukaan tanah tersebut sampai ke langit dan segala apa yang berada di dalam tanah”.
Hukum (ruang) udara (Air Space) sendiri diartikan sebagai serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial, dan semua hubungan hukum publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional. Ruang udara dapat dikatakan mempunyai status analog dengan laut, yaitu kedaulatan teritorial negara atas ruang udara di atasnya dengan ketinggian tertentu dan selanjutnya berlaku rezim kebebasan seperti kedaulatan negara atas laut wilayah.