By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
  • CURRENT ISSUES
  • SPOTLIGHTS
  • INSIGHTS
  • LAWSTYLE
  • FUN FACTS
Reading: Celebrity Culture dan Populisme Pilkada 2020
Share
0

Tidak ada produk di keranjang.

Notification
Latest News
Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
1 minggu ago
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
2 minggu ago
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
2 minggu ago
Negara dalam Hukum Internasional
2 minggu ago
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
3 minggu ago
Kawan Hukum Indonesia
  • Current Issues
  • Spotlights
  • Insights
  • Fun Facts
Search
  • Pengantar Ilmu Hukum
  • Pengantar Hukum Indonesia
  • Etika Profesi Hukum
  • Bantuan Hukum
  • Hukum Acara
  • Hukum Konstitusi
  • Hukum Administrasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Kawan Hukum Indonesia > Spotlights > Celebrity Culture dan Populisme Pilkada 2020
Spotlights

Celebrity Culture dan Populisme Pilkada 2020

Agus Budiman 2 tahun ago
Updated 2020/09/22 at 11:13 PM
Share
SHARE

Pada 2020 ini akan dilaksanakan sebuah praktik demokrasi lokal dalam wujud pemilihan kepala daerah langsung serentak di 270 daerah di Indonesia. Beberapa poster yang bergambarkan calon dalam pilkada berjejeran di pinggir trotoar jalan. Artikel popular ini saya tulis berawal dari perjalanan saya pulang ke kampung halaman dan melihat banyaknya poster-poster elite politik di Indonesia.

Salah satunya yang terpampang nyata dalam reklame besar di pinggir jalan adalah foto Giring Nidji. Selebriti/vokalis yang sekarang menjabat sebagai plt Partai Solidaritas Indonesia ini menjadi buah bibir media-media di Indoensia. Pasalnya dalam reklame tersebut bertuliskan “Giring untuk Presiden 2024”.

Pentolan grub band Nidji ini menjadi perbincangan hangat, setelah balihonya viral di jagat media sosial. Hal ini menunjukan sebuah tren bahwa demokrasi berkah untuk semua orang tanpa mengenal kasta dan strata sosial. Siapa pun berhak menjadi bagian penting dalam suksesi politik di Indonesia. Tak terkecuali kalangan selebritis yang saat ini menjamah kerasnya kompetisi politik di Indoensia.

Selain Giring Nidji yang mengkampanyekan dirinya untuk Presiden 2024, sederet artis juga terjun berpolitik dan ikut meramaikan pilkada 2020 seperti presenter kondang Ramzi, Iyeth Bustmi, luki hakim serta musisi kondang ahmad dhani. Hal ini menjadi bukti bahwa banyaknya artis yang mengadu peruntungan baru di dunia politik.

Kehadiran selebriti dalam pertarungan politik sudah tidak menjadi hal baru di Indonesia. Agustina Hermanto alias Tina Toon merupakan salah satu selebriti tanah air yang sukses lebih dulu menjadi anggota dewan, mantan penyanyi cilik ini terpiih menjadi anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 dari Fraksi PDI Perjuangan.

Selebritis dan Politik di Indonesia

Belakangan ini muncul fenomena tentang  masuknya sejumlah selebritis ternama ke dunia politik menjelang pemilihan kepala daerah 2020. Gejala ini seolah menjadi tren baru pergeseran ideologi budaya pragmatis di kalangan selebritis di Indonesia.

Menurut Douglas (Kellner, 2010) organisasi politik lebih suka memanfaatkan selebritis,  dibanding mencetak kader politik sendiri yang militan sesuai ideologi partainya. Selebritis ini biasanya terkenal dari infotainment. Infotainment dijadikan sebagai ruang para artis yang sedang menanjak bahkan menjaga stabilitas popularitasnya.

Mungkin kita pernah mendengar isu tentang artis tanah air Raffi Ahmad yang ditawari salah satu anggota legislatif untuk masuk partai politik. Isu tersebut menggarisbawahi bahwa selebiriti memiliki pengaruh kuat dalam meningkatkan elektabilitas sebuah partai politik.

Menurut Boorstin (1961: 58-65), selebriti adalah seseorang yang dikenal luas atas  keterkenalannya. Selebriti mengembangkan kapasitas mereka untuk terkenal, tidak dengan   memperoleh pencapaian tertentu, tetapi dengan membedakan personalitas mereka sendiri dari mereka yang merupakan pesaing mereka di dalam arena publik.

Celebrity Culture dan Populisme

Popularitas seorang selebritis memiliki hubungan erat atas profesi keartisannya. Mereka bisa popular karena disukai masyarakat penggemarnya atas tampilan karya seni kreativitas, gaya hidup yang dipublikasikan melalui media (Driessens, 2013). Artinya popularitas selebritis karena dibesarkan media, sedangkan popularitas politisi militan dibesarkan oleh dirinya sendiri.

Popularitas selebritis ketika dibawa masuk ranah dunia politik tampak menimbulkan image baru di masyarakat. Image baru ini menandai keseriusan mereka untuk menampilkan potensinya ketika berpolitik, sehingga menjadi opini di kalangan pemerhati politik dan masyarakat.

Bersamaan dengan popularitasnya, belakangan  selebritis tidak hanya menjadi pemikat bagi  pelaku seni dan budaya secara umum sesuai talentanya, tetapi juga organisasi politik untuk  merekrutnya menjadi calon anggota legislatif dari organisasi politik pengusungnya.

Menurut Weylan (2001) yang pernah disampaikan Koes dalam diskusi PUSAD UMSurabaya bahwa Populisme strategi politik dimana seorang pemimpin menjalankan kekuasaan berdasarkan dukungan-dukungan lansgung tanpa terlembagakan dengan jumlah pengikut yang tidak terorganisir.

Dari  pembahasan diatas menjadi bukti bahwa profesi selebritis ke dunia politik karena  didorong oleh popularitasnya sebagai public figure, bukan sebagai profesionalis politik yang  seharusnya sebagai persyaratan utama yang harus mereka miliki ketika masuk ke dunia  politik. Mereka dicitrakan dalam sebuah ruang publik dan memiliki penggemar yang cukup banyak.

Dampak Keterlibatan Selebriti dalam Politik Indonesia

Selanjutnya, apa dampak dari keterlibatan selebriti dalam Pemilu di Indonesia? Apa masalahnya kalau selebriti lantas terpilih dan menjadi anggota legislatif? Popularitas merupakan nilai tambah modal komunikasi politik para selebriti.

Dalam kacamata Baudrillard, pada era postmodern masyarakat konsumen semakin tunduk pada begitu banyak pencitraan. Barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tidak sepenuhnya berhubungan dengan kebutuhan aktual.

Selebritis lebih sering tampil di acara televisi  diberbagai acara dan membintangi sinetron tertentu, bahkan mereka pun ada yang memiliki fans atau penggemar berat. Sehingga, hal ini  memudahkan mereka untuk bisa lebih dikenal oleh masyarakat.

Micro-celebrity yang diposisikan sebagai pengguna media baru, menjadi salah satu bentuk demotic turn yang meningkatkan visibilitas ‘orang awam’ yang mengubah dirinya menjadi konten media melalui kultur selebriti, terkhusus melalui media online (Turner, 2010).

Bahkan bagi masyarakat awam yang tidak memiliki wawasan tentang politik, apatis terhadap politikdan tidak mengetahui atau tidak mengenal calon-calon yang mereka pilih, apakah   cagubnya, calegnya maka dapat dengan mudahnya mereka memilih calon dari kalangan selebritis.

Sebagai identitas terkait dengan profesi keartisannya, selebritis yang masuk dunia politik menganggap memiliki sensitivitas, dan estetika yang kuat sehingga mampu merespon aspirasi dan berbagai permasalahan “seni dan budaya” di masyarakat, karena pengalamannya semasa menjadi selebritis hiburan.


kawanhukum.id merupakan platform digital yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Tulisan dapat berbentuk opini, esai ringan, atau tulisan ringan lainnya dari ide-idemu sendiri. Ingin tulisanmu juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.

You Might Also Like

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19

Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19

Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja

TAGGED: Hukum Konstitusi, Hukum Pemilu
Agus Budiman Agustus 30, 2020
Share this Article
Facebook TwitterEmail Print
What do you think?
Love0
Happy0
Surprise0
Sad0
Embarrass0
Previous Article Mau Lanjut Kuliah? Inilah 5 Sekolah Hukum Terbaik Dunia Asal Amerika
Next Article Hukum Ruang Udara vs. Hukum Luar Angkasa
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk untuk berkomentar.

Our Social Media

Facebook Like
Twitter Follow
Instagram Follow
Youtube Subscribe

Latest News

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
Spotlights
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
Spotlights
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
Insights
Negara dalam Hukum Internasional
Insights
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
Insights
Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara
Current Issues
Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia
Current Issues
Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja
Spotlights
Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial
Spotlights
Tradisi Pamer Tersangka Melalui Konferensi Pers di Indonesia
Spotlights
Pelanggaran HAM Berat di Papua dan Respon di PBB
Spotlights
10 Program Studi Hukum Terbaik di Asia Tenggara, UNAIR Terbaik di Indonesia
Fun Facts
Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Demokrasi dan Konstitusionalisme
Spotlights

Baca artikel lainnya

Spotlights

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?

1 minggu ago
Spotlights

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

2 minggu ago
Spotlights

Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19

3 minggu ago
Spotlights

Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19

4 minggu ago
Follow US

© Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.

Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Masuk ke akun anda

Register Lost your password?