Pengaturan mengenai kendaraan tercantum pada undang-undang no.22 Tahun 2009 pasal 74 ayat (2) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, teknisnya diatur dalam Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 5 tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Dengan demikian, selain kendaraan jadi tidak memiliki nilai jual selayaknya. Pemilik mobil mewah pun bisa ditindak sesuai pasal 260 ayat (1) UU 22/2009 jika sampai melakukan pelanggaran di jalan.
Tindakan dimulai dari pemeriksaan lebih lanjut, penyitaan surat-surat ataupun kendaraan, hingga penahanan. Adapun untuk mendapatkan surat kendaraan atau mengaktifkan kembali STNK, penunggak pajak itu mau tidak mau harus menunjukkan jati diri guna membuka dari awal dan melakukan proses balik nama. Itu pun masih wajib membayar satu persen dari nilai jual kendaraan bermotor (NJKB), lalu diakumulasi dengan pajak terutangnya.
Kerugian Negara Akibat Penghindaran Pajak dan Pemalsuan Identitas
Lalu, bagaimana dengan seorang konglomerat yang meminjam identitas orang lain untuk menghindari pajak progresif namun taat mambayar pajak? Menurut Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBNKB Kota Administrasi Jakarta Barat Elling Hartono modus pencatutan identitas ini juga tak akan terbongkar jika wajib pajak atau pemilik asli kendaraan taat pajak. Sebab bagi petugas pajak, yang penting tagihan terpenuhi.
“Kalau kami dari petugas pajak yang penting bayar pajaknya tepat waktu dan kami tidak perlu tahu sebenarnya pemiliknya siapa, gitu. Karena selama dia tidak menunggak, kami tidak menagih,” bebernya.
Tentunya hal ini secara tidak langsung bahwa negara menghalalkan praktit pencatutan nama terjadi, meskipun sebagai pemalsuan identitas. Regulasi ini tentunya harus benar benar diatur dan diterapkan untuk seorang konglomerat yang meminjam identitas orang lain untuk menghindari pajak progresif namun taat mambayar pajak sehingga mengurangi risiko kelak penggunaan identitas palsu untuk menghindari pajak progresif. Meskipun dalam pasal 263 KUHP telah dicantumkan, nemun secara eksekusi masih memilah-milah dalam pemalsuan identitas.
Pemalsuan identitas tentunya membawa kerugian negara khususnya dalam sektor pajak. Tentu, banyak sekali penunggakan pajak progresif yang telah ada terkhusus mobil mewah. Direskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Fana mengatakan, sindikat palsu STNK palsu khusus motor dan mobil mewah ini telah beraksi selama lima tahun, sejak 2012. Hal ini menyebabkan kerugian negara ratusan miliaran rupiah. Beliau juga menyatakan asumsinya selama lima tahun.
Pengakuan para tersangka dalam satu tahun, mereka memproduksi 900-1.000 STNK. Tetapi dari data digital komuter tersangka, sindikat ini telah membuat kurang lebih 1.200 STNK palsu. Dengan asusmsi 1.000 lembar, berarti dalam satu tahun negara kehilangan Rp5 juta dikali 1.000 STNK palsu dikali lima tahun, negara rugi Rp25 miliar. Ditambah dengan pajak lain yang tidak dibayarkan, kerugian negara akibat kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah”.