[rml_read_more]
Dari penjelasan singkat kedua sistem hukum diatas maka dapat disimpulkan bahwa indonesia menganut sistem hukum civil law. Dimana dilihat dari aturan di indonesia yang dikemas dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang menempatkan konstitusi sebagai urutan pertama dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Lantas bagaimana kemudian eksistensi hukum adat di indonesia yang menganut sistem hukum civil law yang dikodifikasikan, sedangkan hukum adat selama ini dikenal sebagai sebagi hukum yang tidak tertulis atau tidak dikodifikasiakan yang selama ini hidup dalam lingkungan masyarakat hukum adat. Perbedaan karakter ini tentu dapat menimbulkan beberapa pertanyaan diantaranya:
- Apakah eksistensi hukum adat bertentangan dengan sistem hukum civil law?
- Ketika eksistensi hukum adat sejalan dengan sistem hukum civil law! apakah ketentuan dalam hukum adat harus dikodifikasikan dalam KUHP?
Dalam artikel ini, penulis juga akan memberikan jawaban dari kedua pertanyaan diatas dari beberapa aspek baik itu filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Sebuah peraturan dikatakan berlaku dari segi filosofis ketika sejalan dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Eksistensi hukum adat dari segi filosofis kemudian dapat dilihat pada sila ke-2 yang mengamanatkan akan nilai kemanusiaan yang universal, sila ke-3 dan ke-4 yang mengamanatkan akan nilai kebersamaan, dan sila ke-5 yang mengamantakan akan nilai keadilan. Serta dalam tujuan negara pada alinea ke-4 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia” oleh karena masyarakat hukum adat juga merupakan bagian dari segenap bangsa indonesia maka hak-hak mereka termasuk hukum adatnya tentu harus diakui oleh negara.