Mengapa dispensasi perkawinan merupakan bentuk kelonggaran hukum? Ini karena dengan adanya peraturan ini tentu secara otomatis dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk dapat melangsungkan perkawinan dibawah umur diluar batas yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang yaitu minimal 19 tahun bagi pria maupun wanita. Dispensasi perkawinan dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya ialah karena hamil di luar nikah. Lalu bagaimana jika tidak ada dispensasi perkawinan?
Mungkin seperti yang sudah terbayang di benak kalian saat ini, akan banyak anak yang lahir tanpa adanya sosok seorang ayah. Tapi sebentar.. bukankah pernikahan yang dipaksakan karena suatu keadaan juga tidak baik untuk efek jangka panjangnya? Sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan laki-laki yang menikah karena menghamili anak perempuan orang menjadi tidak bertanggungjawab ketika ia berumah tangga. Itu dikarenakan faktor umur yang belum cukup sehingga mentalnya belum siap menghadapi keadaan, atau bisa dikatakan belum cukup dewasa untuk menjalani bahtera rumah tangga.
Adanya kelonggaran hukum terhadap dispensasi perkawinan tentunya akan membuat orang menjadi tidak waspada terhadap hamil di luar nikah, toh bisa nikah kalo hamil? Bahkan ada yang sengaja hamil di luar nikah agar bisa dinikahkan oleh kedua orang tuanya. Namun, Jika dispensasi perkawinan ditiadakan, orang akan berpikir dua kali untuk hamil di luar nikah.
Solusi yang dapat ditawarkan jika dispensasi perkawinan ditiadakan adalah dengan menikahkan pasangan tersebut setelah mereka cukup umur, dan membuat perjanjian bahwasanya pihak laki-laki tidak boleh terikat dengan wanita manapun apabila ia sudah menghamili seorang perempuan. Dan selama terikat, pihak keluarga laki-laki harus memberikan kompensasi terhadap pihak perempuan berupa kewajibannya terhadap nafkah lahir dan biaya persalinan serta perawatan anaknya sampai mereka cukup umur untuk dinikahkan apabila mereka ingin menikah. Hal ini harus diatur oleh undang-undang dengan sanksi pidana maupun perdata, pihak wanita dapat mengajukan tuntutan ataupun gugatan apabila pihak laki-laki melanggar. Sejalan dengan prinsip UU Perkawinan, bahwa calon suami isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami isteri yang masih di bawah umur.[1]