Hukum Pidana sebagai Ultimum Remidium
Saya rasa bagi siapa saja yang pernah belajar tentang hukum pidana mengenal istilah ultimum remidium atau dapat diartikan sebagai upaya terakhir/obat terakhir. Yang berarti hukum pidana dalam kasus umum digunakan sebagai upaya terakhir dalam menindak suatu perbuatan yang dilarang. Sehingga bukan jadi asumsi belaka bila pidana sering dihubungkan dengan penghukuman, karena penghukuman tersebut seharusnya menjadi upaya terakhir untuk menertibkan seseorang. Di sisi lain, hukum pidana juga sering tidak mampu untuk mengatasi suatu pelanggaran hukum hingga ke “akarnya” atau dengan kata lain hanya mampu menindak gejalanya saja.
Konteks tersebut menjadi relevan manakala kita sandingkan dengan kondisi saat ini. Menurut pengamatan saya, akar persoalan masih banyaknya masyarakat yang belum tertib menjalankan PPKM adalah tidak adanya jaminan untuk melanjutkan hidup. Kembali lagi ini memang persoalan pelik, akan tetapi memang sebagaimana nyatanya demikian. Tidak adanya jaminan kehidupan membuat banyak orang nekat, di sisi lain ada juga faktor tidak sinkronnya pemahaman regulator dengan eksekutor di lapangan yang menyebabkan penindakan yang tidak sebagaimana seharusnya.
Pemahaman soal penggunaan pidana sebagai sarana penegakan PPKM haruslah dipahami sebagai upaya terakhir, bukan upaya pertama apalagi utama. Jika kita lihat seksama banyak yang memilih untuk menjalani pidana kurungan daripada denda karena mau bayar denda dari mana bertahan hidup saja susah. Prinsip ultimum remedium inilah yang benar-benar harus dipahami aparat di lapangan, ditambah rasa humanisme atas kelangsungan hidup bersama.
Semalam saya menonton salah satu konten di kanal Youtube Najwa Shihab, di sana perwakilan Satpol PP Bogor hingga Gubernur Ridwan Kamil sepakat terdapat diskresi dalam penegakan PPKM. Jadi tidak melulu langsung menggunakan pidana kurungan maupun denda. Dalam penentuan diskresi inilah para aparat di lapangan dituntut untuk memiliki rasa humanisme yang kuat terhadap penderitaan yang dialami sesama saudaranya.