Fest 2018, Kamis (5/4), di Suntec Singapore Convention & Exhibition Centre bahwa mungkin suatu saat para pihak yang berperkara tidak lagi membutuhkan advokat sebagai penyedia jasa layanan hukum. Pengguna jasa advokat selama ini mulai dari konsultasi hukum, pembuatan kontrak bisnis, hingga beracara dalam perkara di pengadilan kelak bisa memilih beragam AI untuk industri hukum yang saat ini marak dikembangkan. Sebelumnya hukum terasa rumit bagi banyak orang awam.
Kehadiran konsultan hukum sangat dibutuhkan bagi mereka yang berurusan dengan segala urusan hukum. Namun saat ini telah tersedia AI yang menampung segala algoritma logika hukum untuk memberikan opini atas beragam situasi hukum. Tersedia pula AI yang mampu menyusun rancangan kontrak lengkap cukup dengan memproses input data-data syarat dan ketentuan dari para pihak. Abdullah menambahkan bahwa ada kenyataan lain soal komodifikasi di mana jasa hukum diperlakukan lebih sebagai komoditas alih-alih upaya memperoleh keadilan. Pengguna jasa hukum mencari efisiensi dalam biaya yang harus dikeluarkan dan efektifitas atas kebutuhannya. Menggunakan jasa lawyer mungkin tidak lagi menarik jika AI sudah cukup memenuhinya.
Di masa depan ketika pengadilan tidak lagi dilaksanakan dengan kehadiran secara fisik di ruang peradilan karena cukup secara telekonferesi. Segala sesuatu disusun melalui sambungan komputer, bahkan perusahaan-perusahaan tidak lagi mempekerjakan manusia sebagai divisi hukum. Pada saat itu posisi profesi lawyer dan hakim tidak lagi dijalankan oleh manusia bergelar sarjana hukum melainkan AI.
Akan tetapi menurut saya hal-hal seperti pandemi dan AI sebenarnya bukan hanya bisa menjadi tantangan bagi generasi baru sarjana hukum tetapi bisa juga menjadi peluang dimana hal ini harus bisa dipersiapkan sebaik mungkin. Dalam hal ini sistem pendidikan universitas sangat mempengaruhi hal tersebut. Namun, setiap mahasiswa juga harus memiliki kesadaran akan pentingnya beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang terus menerus berkembang pesat.