Kedua terdakwa mengaku menerima vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut. Ronny dan Rahmat juga menyampaikan terima kasih kepada hakim. “Terima kasih yang mulia, saya menerima putusannya yang mulia,” kata Rahmat ketika mengakhiri persidangan. Sedangkan jaksa penuntut umum mengaku masih berpikir-pikir untuk mempertimbangkan banding atau tidak. Hakim Djuyamto mengatakan jaksa masih memiliki waktu 14 hari untuk berpikir sejak vonis dijatuhkan.
Sebelumnya, dalam persidangan pada Kamis, 11 Juni 2020, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menuntut kedua terdakwa penyerangan terhadap Novel dengan hukuman 1 tahun penjara. Jaksa menganggap keduanya tak sengaja menyiram air keras ke wajah Novel.
Di sini lah titik ketidakadilan hukum mulai terlihat di mana putusan terlalu ringan daripada pasal-pasal yang banyak kita ketahui, pelanggaran kode etikpun muncul bila seorang hakim tidak bertindak adil sesuai etika profesi hukum. Beberapa pasal yang telah saya himpun dan pelajari baik melalui website, berita, dan e-book tentang uu dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, beberapa pasal tersebut ialah :
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), “Menghalang-halangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Ancaman 12 tahun.”
Tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.
Komisi Yudisial (KY) didesak aktif mendalami dugaan pelanggaran kode etik terhadap majelis hakim yang akan memutus dua terdakwa penyiram air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
“Komisi Yudisial harus aktif untuk mendalami dan memeriksa apabila ada inidikasi dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim,” ujar anggota tim advokasi Novel dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Rabu, 15 Juli 2020. Menurutnya, majelis hakim harus memahami benar bahwa Indonesia menganut sistem pembuktian negatief wettelijk bewijstheorie. Sistem tersebut memiliki pengertian, dasar pembuktian dilakukan menurut keyakinan hakim (beyond reasonable doubt). Keyakinan dapat didasarkan pada dua alat bukti.
Tim advokasi pun mendesak Mahkamah Agung (MA) memberi jaminan, bahwa majelis hakim yang menyidangkan perkara ini akan bertindak objektif. Juga meminta Komisi Kejaksaan (Komjak) memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU).
Permintaan dilayangkan lantaran banyaknya kejanggalan pada tiap proses peradilan.
Pertama, tidak dihadirkannya saksi yang dianggap penting guna mengungkap kejahatan terorganisasi itu.
Kedua, sejumlah barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara tidak ditunjukkan dalam proses persidangan. Ketiga, JPU dinilai berpihak kepada terdakwa karena menyudutkan Novel saat memberikan kesaksian dan tuntutannya dianggap mengikis rasa keadilan.