UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sudah tepat dan tidak perlu direvisi sepertinya harus dipertimbangkan. Setidaknya dalam implementasi undang-undang tersebut masih ada perbedaan penafsiran dan penerapannya menjadikan revisi undang-undang menjadi satu titik yang tentunya sangat krusial. Hingga saat ini, praktik perdagangan pasal tertentu dalam UU Narkotika masih kerap ditemui di tahapan pemeriksaan, menunjukkan masih besarnya peluang para oknum-oknum tertentu mengambil keuntungan.
Selain itu, dalam menangani peredaran dan penyalahgunaan narkoba, aparat hukum sesungguhnya mengalami kesulitan untuk mengawasi penjualan online obat-obatan yang secara kategori termasuk jenis yang legal dan diperlukan untuk kebutuhan medis maupun yang lainnya. Pada sisi lain, pencegahan narkoba adalah ditujukan kepada persiapan masyarakat dan generasi yang bebas dari penyalahgunaan narkoba dan sejenisnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya, program pencegahan sebatas berbentuk sosialisasi dan bersifat seremonial.
Aspek Pembangunan dan Kesinambungan Karakter Masih Sangat Lemah
Selain itu, integrasi dan sinergi program masih jarang terjadi. Akibatnya, upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba menjadi bersifat parsial. Dengan demikian, diperlukan proses pola penyesuaian dengan konteks dan dinamika berbagai aspek yang ada di Indonesia. Salah satu hambatan yang paling nyata adalah aspek perencanaan yang terkesan uji coba atau trial and error. Upaya ini terkesan adanya tindakan tanpa memahami semua permasalahan yang ada dan sesungguhnya terjadi. Kelemahan utama adalah pada kesiapan sarana dan prasarana rehabilitasi termasuk semua personil. Belum lagi, kritikan terhadap basis data yang berpotensi mengaburkan ketepatan dan kebenaran langkah yang diambil.
Untuk itu perlu adanya keseriusan dalam perencanaan dan konsistensi dalam pelaksanaan sepertinya harus menjadi yang utama dan kunci. Terakhir, perlu pembenahan segera mengingat peredaran dan penyalahgunaan narkoba terus berjalan dan mengambil korban anak bangsa kita.
Drugs are a Waste of Time