Catatan ini dibuat dari pengalaman saya sendiri yang pernah merasa salah mengambil jurusan Ilmu Hukum. Simak yuk…
Kamu Dulu Saat SMA Jurusan Apa?
Banyak calon mahasiswa yang membidik hukum sebagai jurusan yang mereka minati, terlepas jurusan yang diambil saat SMA. Saya saat SMA mengambil jurusan IPA, namun diarahkan orang tua untuk masuk ke jurusan hukum. Saya acapkali merasa pilihan ini tidak cocok. Singkat cerita, saya lolos seleksi pilihan ilmu hukum, sesuai keinginan orang tua.
Kurang Motivasi Belajar
Pada tahun pertama, saya dengan sengaja tidak mengikuti perkuliahan dengan baik. Sebagai bentuk dari pemberontakan, saya lebih mementingkan hidup sebagai mahasiswa hedonis yang setiap pulang dari kelas melanjutkan aktivitas yang kurang bermanfaat. Walaupun di kelas aktif bertanya dan menjawab pertanyaan, semangat belajar penulis saat tahun pertama kuliah sebenarnya tidak ada.
Bersyukur dan Terlarut Nyaman Menjadi Mahasiswa Hukum
Pada tahun kedua, tepatnya awal semester ketiga, saya baru mulai menyadari apa arti bersyukur. Bersyukur menerima kenyataan bahwa saat itu ada tanggung jawab yang saya emban untuk diselesaikan. Suatu hari saya benar-benar meninggalkan kebiasaan hedonis. Sebaliknya, saya mengusahakan belajar dan berlatih menjadi akademis dan aktivis.
Aktivitas Akademik Non-Kuliah
Sebagai mahasiswa hukum, tentu tidak asing yang namanya komunitas peradilan semu maupun debat hukum. Mulanya saya mengikuti organisasi itu untuk belajar bagaimana mempraktikkan teori peradilan yang saya pelajari selama di kelas. Beberapa bulan akhirnya saya terpilih mewakili kampus untuk berjuang di ajang kompetisi peradilan semu tingkat nasional, cukup baik pencapaian saat itu.
Dilanjutkan pada tahun 2019, saya mendaftar sebagai peserta program klinik etik dan advokasi dari Komisi Yudisial RI. Seleksinya begitu ketat dari lebih kurang 200 pendaftar se-fakultas hanya di ambil 36 pendaftar.
Ternyata, Belajar Sungguh-Sungguh Itu Penting
Mulai dari situ, saya benar-benar menemukan bahwa target belajar sangat penting. Setiap hari saya belajar dan memiliki target yang harus dipenuhi. Pada saat itu, tesnya meliputi tes tulis dan wawancara. Kira-kira dua minggu sebelum tes selain saya belajar sendiri. Saya juga belajar dengan kakak tingkat yang tahun sebelumnya lolos menjadi peserta program tersebut.
Setelah diselesaikan, pengumuman keluar dan saya mendapatkan urutan nomor 2. Pencapaian itu membuat saya tersadar jika memang sesuatu diusahakan dengan baik, hasilnya pun akan baik.
Program ini berjalan tanpa saya harus meninggalkan mata kuliah, karena memang program tersebut di luar dari mata kuliah. Pada Bulan Agustus 2019, saya sedang ada praktikum peradilan, persiapan kompetisi peradilan semu posisi hakim ketua dan dihadapkan dengan tugas akhir atau skripsi. Saya harus membagi waktu untuk kegiatan itu semua ditambah dengan program klinik etik dan advokasi yang belum selesai.