Herlambang P. Wiratman dalam Dialog Publik FK2H (Forum Kajian Keilmuan Hukum) yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Jember menyatakan bahwa dunia hukum Indonesia kian menghadapi tantangan. Tantangan terbesar Indonesia tersebut antara lain sikap pemerintah dalam merespon regulasi terkhusus perkembangan teknologi Pada sisi lain, pendidikan juga belum merespon cepatnya perkembangan teknologi informasi. Pendidikan hukum di Indonesia, misalnya, kini belum dapat melakukan proses adaptif terhadap teknologi, selain usaha mengkombinasikan juris dan teknologi, berikut kajian terhadap etikanya.
Kehidupan hukum yang dinamis dengan gesekan AI tentunya akan mengubah banyak sekali regulasi yang ada di Indonesia bahkan dunia. Mahasiswa hukum diharapkan selalu melakukan berbagai inovasi. Inovasi ini nantinya akan relevan dan berguna dalam dunia kerja agar dapat beradaptasi dengan kemajuan penemuan AI. Keadaan ini selaras dengan pernyataan Joko Widodo yang menyinggung kehidupan revolusi industri 4.0 adalah tentang “siapa cepat, dia akan menang”.
Siapakah yang Akan Mengawasi AI?
Perkembangan AI terjadi sangat cepat terkhusus dalam bidang hukum. Cepatnya sebuah AI dalam kehidupan hukum membawa dampak yang sangat baik dalam kehidupan hukum di dunia seperti akuratnya sebuah data data dan murahnya biaya operasional yang dikeluarkan. Namun, permalasahan utama dalam penggunaan AI itu sendiri adalah siapa yang akan mengawasi dan siapa yang akan menjamin bahwa sistem dalam AI itu tidak dapat disalahgunakan atau bahkan tidak dapat diretas kemudian hari. Perusahaan NASA yang memiliki pengamanan terkuat dalam dunia digital dapat diretas pada tahun 2018. Tidak hanya NASA, Google Indonesia juga pernah diretas pada tahun 2014.
Berdasarkan laporan dari perusahaan keamanan Gemalto, ada 4,5 miliar data telah dicuri selama paruh pertama 2018. Dalam hal ini tentunya akan memungkinkan bahwa sistem AI ini dapat diretas dan juga dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu diperlukannyalah sebuah pengawasan dan jaminan terhadap AI. Sayangnya, belum ada kesepakatan Internasional yang mengatur tentang perkembangan dari AI itu sendiri. Bahkan, Amerika Serikat sebagai pelopor dari perkembangan AI belum memiliki hukum yang kuat dalam mengatur perkembangan teknologi ini.
“It’s not artificial intelligence I’m worried about, it’s human stupidity”. Ini adalah kutipan kata Neil Jacobstein, Co-chairs the AI and Robotics Track at Singularity University on the NASA Research Park campus in Mountain View California. Pada intinya, seiring dengan perkembangan dunia, AI harus benar-benar diikuti dengan peningkatan keterampilan manusia agar tidak semua pekerjaan akan digantikan oleh robot.