Anak adalah generasi penerus bangsa, kehadiran mereka merupakan anugerah bagi setiap orang. Tentu, orang tua hingga negara mengharapkan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang berguna bagi keluarga, bangsa, dan negara. Namun, pernahkah kita membayangkan, seorang anak yang polos dan suci bahkan belum memahami isi dunia terlibat kasus hukum? Kasus tindak pidana yang melibatkan seorang anak, baik posisinya sebagai korban maupun sebagai pelaku seringkali terjadi di tanah air. Salah satu pemicu kejahatan itu dikarenakan kurangnya pengawasan dan kasih sayang dari orang tua serta keluarga yang seharusnya menjadi wadah tumbuh kembang anak.
Salah satu kasus memprihatinkan terjadi di Desa Mustokoharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Seorang anak berinisial ZW pada hari Sabtu, 15 Agustus 2020 dalam keadaan mabuk sehabis minum-minuman keras, membacok seorang korban sehabis berkeliling kota di pedesaan Pati di hari Minggu, 16 Agustus 2020 sekitar pukul 02.00 WIB. Kini, kondisi korban ialah meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku. Atas hal tersebut, kasus ini dibawa hingga ke Pengadilan Negeri Pati dan berakhir melalui Putusan Nomor 3/Pid.Sus-Anak/2020/PN-Pti.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mendefinisikan anak tersebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Pada umumnya anak yang dalam rentang umur 12 tahun sampai 18 tahun sebagaimana definisi undang-undang tersebut sejatinya sudah mampu berfikir rasional dan logis, sudah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, seiring dengan masa akil balik mereka sehingga apabila berkonflik dengan hukum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Setiap anak mempunyai hak-hak dasar yang perlu dipenuhi, dijaga dan dilindungi oleh semua orang. Apabila anak tersangkut masalah sebisa mungkin untuk dijauhkan dari ranah hukum, menjaga dan melindungi serta memenuhi hak-hak anak tanpa terkecuali.
Kata ”pemidanaan” dapat diartikan sebagai suatu proses dari pidana itu sendiri di mana orientasinya pemberian efek jera sehingga untuk memaksimalkan dan mengimplementasikan hal tersebut diperlukan suatu cara yaitu dengan menjatuhkan hukuman atau sanksi terhadap orang yang melakukan tindak kejahatan maupun pelanggaran. Teori-Teori Pemidanaan terdiri dari Teori Absolut, Relatif dan Gabungan. Teori Absolut atau Teori Pembalasan yaitu pidana merupakan suatu pembalasan; Teori Relatif atau Teori Tujuan yaitu pidana merupakan suatu alat yang digunakan untuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat; Teori Gabungan adalah teori perpaduan antara teori pembalasan dan teori tujuan. Teori ini terbagi menjadi 2 golongan (titik berat pada teori pembalasan dan titik berat pada usaha mempertahankan ketertiban pada masyarakat).