Namun, istilah referendum untuk sekarang dalam hukum positif Indonesia sudah tidak lagi berlaku dan istilah referendum yang pernah tercantum dalam TAP MPR dan UU: TAP MPR No. IV Tahun 1983 tentang Referendum dan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum. Peraturan yang pertama telah dibatalkan oleh TAP MPR No. 8 Tahun 1998, sementara yang kedua oleh UU No. 6 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum. sudah dibatalkan. Hal ini juga diperkuat oleh Mantan Ketua Hakim Makhamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, penggunaan istilah referendum. Selain tidak lagi dikenal di Indonesia, Mahfud mengatakan referendum, sejak masuk dalam TAP MPR 4/83, tidak pernah berkaitan dengan pemisahan satu wilayah atau provinsi tertentu dari Indonesia.
Aceh minta referendum?
Pendapat dan keinginan referendum kembali muncul pada beberapa kegiatan. Pertama, pada peringaktan kesembilan tahun wafatnya Wali Negara Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro. Kedua, pada buka bersama disalah satu gedung Amel Banda Aceh, Senin 27 Mei 2019.
Munculnya gerakan Referendum Aceh juga diduga akibat terpuruknya Partai Aceh dan juga ketuanya, Muzakir Manaf. Hal ini dapat dilihat dari perolehan suara Partai Aceh dalam pemilu yang menurun secara signifikan di DPRA, dari 33 kursi pada Pemilu 2009 dan 29 kursi pada Pemilu 2014. Pada Pemilu 2019, partai ini hanya mendapatkan 14 kursi.
Terkait seruan ini, menurut beliau, pihaknya telah mengkaji dan melakukan berbagai peninjauan terhadap kelemahan dan kemajuan yang perlu diperbaiki pada masa mendatang. Pada acara ini berlangsung dihadiri pula oleh Plt Gubernur Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Kajati Aceh, Rektor Unisyah Banda Aceh, Ketua Pengadilan Tinggi (masing – masing diwakili) serta para Bupati dan Walikota Aceh, anggota DPRA Partai Aceh serta partai nasional. Referendum aceh ini telah jelas jelas ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga oleh pemerintah.